- Kebiasaan memesan makanan ‘online’ berisiko meningkatkan berat badan hingga obesitas.
 - Aplikasi digital menjajakan makanan cepat saji dan membuat masyarakat kurang aktif bergerak.
 - Diperlukan regulasi untuk mendorong transformasi ruang digital yang mementingkan kesehatan masyarakat.
 
Di jalanan Jakarta dan berbagai kota Indonesia, kita sering melihat pengemudi sepeda motor berjaket hijau, oranye, dan kuning berkeliling mengantarkan makanan. Dengan berbekal telepon pintar, makanan favorit kita bisa sampai di depan rumah.
Dalam dekade terakhir, keberadaan superapp—aplikasi digital yang menyediakan berbagai layanan, termasuk pemesanan makanan—sangat memudahkan urusan sehari-hari. Sayangnya, revolusi digital ini memiliki dampak tersembunyi yang memengaruhi kesehatan masyarakat.
Penelitian terbaru kami (2025) menemukan bahwa kemudahan akses layanan makanan online berdampak pada peningkatan indeks massa tubuh (BMI), kelebihan berat badan (overweight), dan obesitas masyarakat Indonesia.
 
Dampak aplikasi makanan pada kesehatan
Kami mengumpulkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007, 2013, dan 2018) serta Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012-2018. Kami juga meneliti pola pemesanan makanan daring masyarakat Indonesia secara bertahap melalui aplikasi Gojek dan Grab (2015-2018).
Penelitian kami menemukan bahwa kemudahan akses aplikasi makanan berisiko mempercepat transisi nutrisi ke arah yang mengkhawatirkan.
Aplikasi pangan digital menampilkan berbagai pilihan makanan menggiurkan. Makanan cepat saji, seperti pizza, burger, gorengan, sate, minuman manis, dan aneka camilan asin menjadi yang paling menarik, apalagi ketika diskon.
Studi kami mengonfirmasi bahwa aplikasi makanan daring meningkatkan konsumsi makanan jadi (baik asin maupun manis) secara signifikan. Temuan ini sejalan dengan laporan menu terfavorit di aplikasi ini, seperti ayam goreng, nasi goreng, martabak, pizza, kopi susu, dan minuman olahan susu lainnya.
Aplikasi makanan daring umumnya memang dirancang untuk mempermudah dan mempercepat proses pemesanan. Tujuan utamanya adalah menarik konsumen dan meningkatkan transaksi, bukan mendidik masyarakat agar makan sehat.
Karena itu, fitur yang ditonjolkan dalam aplikasi biasanya adalah diskon, makanan populer terdekat, atau pengiriman tercepat, bukan kandungan gizi atau dampak kesehatan.
Target utama dari aplikasi makanan digital adalah mereka yang bekerja di perkotaan, memiliki kesibukan tinggi, dan kelebihan pendapatan. Bagi mereka, layanan aplikasi makanan daring menjadi solusi sempurna untuk menghemat waktu.
Selain menyasar kelompok produktif (anak muda, relatif mampu, dan berpendidikan tinggi), dampak negatif ini juga membahayakan kelompok rentan seperti orang dengan kelebihan berat badan.
Temuan kami menunjukkan bahwa masyarakat yang aktif menggunakan aplikasi makanan online memiliki rata-rata indeks massa tubuh 0,6 lebih besar dan lingkar pinggang 1,8 cm lebih lebar daripada masyarakat yang tidak pakai aplikasi.
Negara-negara yang sedang mengalami masalah beban ganda malnutrisi, termasuk Indonesia, harus mewaspadai dampak negatif aplikasi makanan daring tersebut.
Penggunaan aplikasi makanan digital membuat masyarakat lebih rentan terkena penyakit tidak menular di usia muda, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit metabolik lainnya.
Diabetes dan hipertensi sendiri merupakan dua penyakit yang paling banyak menyerang kaum muda di Indonesia saat ini. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, 1 dari 3 orang berusia di atas 40 tahun mengalami hipertensi, sementara 1 dari 10 orang mengidap diabetes.
Di masa depan, tingginya kasus penyakit tidak menular akan menjadi beban besar bagi rumah tangga dan sistem kesehatan.
  
Aplikasi digital dorong gaya hidup kurang aktif
Fenomena superapp merupakan sebuah paradoks. Di satu sisi, revolusi ruang digital menawarkan kemudahan dan kenyamanan. Namun, di saat yang sama juga berkontribusi terhadap krisis kesehatan masyarakat.
Pasalnya, aplikasi digital mendorong gaya hidup kurang aktif dengan mengurangi aktivitas fisik masyarakat, seperti berbelanja bahan makanan, memasak, ataupun berjalan kaki ke warung dan restoran. Ditambah lagi, aneka makanan yang ditawarkan justru tinggi kalori, lemak, gula, dan garam yang berisiko meningkatkan penyakit.
Memanfaatkan teknologi secara sehat
Meski begitu, kami menemukan aplikasi makanan daring juga berdampak positif asalkan digunakan secara bijak. Penggunaan aplikasi digital dapat membantu mengurangi kasus kekurangan berat badan (underweight) dan meningkatkan keragaman makanan yang kita konsumsi.
Aplikasi ini dapat meningkatkan konsumsi buah, sayur, dan daging, bahkan di daerah dengan akses pangan terbatas.
Superapp juga menciptakan peluang ekonomi bagi jutaan pengemudi dan pedagang makanan skala kecil, sehingga dapat meredam guncangan ekonomi selama pandemi.
PR bagi pemerintah adalah bagaimana mengambil manfaat transformasi digital ini dan meminimalkan dampak negatifnya.
Pendekatan bebas campur tangan pemerintah (laissez-faire) saat ini tidaklah memadai. Padahal, ruang pangan digital sama berpengaruhnya dengan ruang fisik, serta membutuhkan pengawasan dan regulasi serupa.
Pertama, perusahaan superapp perlu didorong dalam hal transparansi produk dan promosi kesehatan. Jika aplikasi dapat menerapkan sistem pencarian makanan berdasarkan harga atau rating, seharusnya konsumen juga dapat mencari produk berdasarkan tingkat kesehatannya.
Aplikasi harus didorong untuk mempromosikan makanan yang lebih sehat, bermitra dengan ahli gizi untuk menampilkan label nutrisi, dan membuat paket makanan bergizi seimbang.
Potongan harga juga perlu diberikan untuk pembelian buah dan sayur, bukan hanya makanan cepat saji.
Kedua, standar periklanan harus ditinjau ulang. Banyaknya promosi makanan ultraproses yang tidak sehat di dalam aplikasi makanan digital memberikan paparan yang buruk, terutama bagi kelompok rentan.
Perlu ada pembatasan iklan makanan tinggi gula dan tinggi lemak di dalam aplikasi, selaras dengan peraturan serupa di dunia fisik.
Ketiga, pemerintah perlu mendorong inovasi yang mengedepankan keselarasan antara pertumbuhan bisnis dan kesehatan masyarakat. Misalnya, fitur tambahan yang menghubungkan superapp dengan petani lokal atau pasar tradisional agar dapat meningkatkan akses hasil bumi yang segar dan terjangkau.
Jika seorang programmer aplikasi bisa mendesain aplikasi yang dapat mengantarkan ayam geprek dalam 30 menit, seharusnya ia juga bisa membuat hal serupa untuk mengantarkan sayuran segar.
Revolusi digital dan perkembangan superapp tak bisa lagi diabaikan. Hal ini merupakan realitas urban di Indonesia dan seluruh dunia.
Mudahnya akses berbagai produk yang ditawarkan oleh aplikasi-aplikasi ini merupakan hal yang transformatif. Namun, kita tidak boleh menjadi konsumen pasif dalam revolusi makanan digital.
Tulisan ini tidak bertujuan untuk mendorong pelarangan penggunaan aplikasi makanan daring, melainkan untuk mendorong transformasi ruang digital yang lebih sehat. Harapannya, kita bisa hidup di lingkungan yang mengedepankan aspek teknologi dan kesehatan secara berdampingan.
Sebab, kesehatan generasi penerus Indonesia bergantung pada pilihan yang kita buat hari ini.
  
Kata kunci: platform digital, aplikasi super, pesan antar makanan daring, transisi nutrisi, kelebihan berat badan, obesitas
Artikel ini dimuat ulang dari The Conversation Indonesia.
  
        



