Transformasi Peran SMERU dalam Perumusan Kebijakan Publik

16 Desember 2016

.

Artikel ini dimuat ulang dari situs web Knowledge Sector Initiative.

.

Lembaga Penelitian SMERU adalah lembaga yang fokus pada penelitian terkait isu-isu sosial dan ekonomi yang mendesak bagi kepentingan bangsa Indonesia. Sejak berdiri pada 2001, SMERU konsisten berada pada jalur penelitian dan menahan diri untuk tidak terlibat langsung dalam kegiatan advokasi kebijakan publik. Secara khusus SMERU tidak pernah mengawal hasil penelitiannya apakah telah menjadi input kebijakan publik atau tidak. Dalam beberapa kasus, ada beberapa perubahan kebijakan publik yang sejalan dengan rekomendasi penelitian SMERU. Namun, SMERU tidak bisa mengklaim bahwa hal itu terjadi karena penelitian yang dilakukannya.

Lembaga Penelitian SMERU adalah lembaga yang fokus pada penelitian terkait isu-isu sosial dan ekonomi yang mendesak bagi kepentingan bangsa Indonesia. Sejak berdiri pada 2001, SMERU konsisten berada pada jalur penelitian dan menahan diri untuk tidak terlibat langsung dalam kegiatan advokasi kebijakan publik. Secara khusus SMERU tidak pernah mengawal hasil penelitiannya apakah telah menjadi input kebijakan publik atau tidak. Dalam beberapa kasus, ada beberapa perubahan kebijakan publik yang sejalan dengan rekomendasi penelitian SMERU. Namun, SMERU tidak bisa mengklaim bahwa hal itu terjadi karena penelitian yang dilakukannya.

Sampai dengan 2011, policy engagement SMERU dengan para pengambil kebijakan publik bersifat tidak langsung. Umumnya SMERU melakukannya dengan cara penyebarluasan hasil penelitian melalui media online (website), pencetakan dan pendistribusian berbagai laporan penelitian, mengadakan kegiatan seminar, atau melalui komunikasi formal maupun informal dengan pembuat kebijakan. Kelebihan pendekatan semacam ini peneliti tidak harus disibukkan dengan urusan-urusan di luar penelitian yang mungkin memakan banyak waktu. Kekurangannya hasil penelitian mungkin saja tidak sampai kepada pembuat kebijakan sehingga tidak bisa pula memengaruhi produk kebijakan.

Konsisitensi SMERU untuk tidak terlibat secara langsung dalam pembuatan kebijakan mengakibatkan hasil penelitian SMERU tidak maksimal dalam memengaruhi kebijakan. Memang ada pemikiran agar kontribusi penelitian yang dilakukannya lebih maksimal SMERU seharusnya secara aktif terlibat dalam advokasi kebijakan. Namun begitu, mengadvokasi kebijakan bukan berarti harus secara frontal menggunakan berbagai bentuk tekanan agar sebuah agenda kebijakan bisa diterima oleh pembuat kebijakan.

 

***

Sejak 2011, SMERU terlibat langsung dalam perumusan beberapa kebijakan penting terkait penanggulangan kemiskinan. Pendekatan melalui hubungan formal dan informal dengan pembuat kebijakan ternyata sangat efektif untuk memengaruhi kebijakan. Pengalaman ini membuat SMERU kemudian berupaya menjalin hubungan baik dengan banyak pembuat kebijakan di berbagai kementerian dan lembaga. SMERU berupaya menghindari langkah-langkah frontal dalam menyampaikan rekomendasi perbaikan suatu kebijakan.

Salah satu cara yang memberi ruang sangat besar untuk memastikan hasil penelitian sebagai bahan pembuatan suatu kebijakan adalah langsung bekerjasama dengan pembuat kebijakan. Namun situasi demikian merupakan kesempatan langka. Untuk bisa sampai pada tahap itu, sebuah lembaga penelitian harus memiliki kredibilitas sangat tinggi serta hubungan sangat baik dengan pembuat kebijakan. Bagi pembuat kebijakan, melibatkan lembaga yang memiliki kredibilitas tinggi dalam proses pembuatan kebijakan juga akan meningkatkan kredibilitas produk kebijakan itu sendiri.

Pada 2011, SMERU memiliki kesempatan langka tersebut. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta SMERU untuk terlibat dalam perumusan buku putih penanggulangan kemiskinan yaitu Master Plan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Setidaknya ada dua alasan yang melatari Bappenas melibatkan SMERU, antara lain (i) Bappenas yakin SMERU memiliki pengetahuan yang memadai terkait isu penanggulangan kemiskinan, dan (ii) SMERU memiliki hubungan yang baik dengan Bappenas, terutama terutama kedeputian yang membidangi isu penanggulangan kemiskinan.

Kerjasama tersebut sangat istimewa terutama karena Bappenas meminta SMERU dan bukan lembaga internasional seperti dalam pembuatan dokumen serupa oleh  Kementerian Koordinator Ekonomi ketika menyusun Master Plan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pada proses awal penyusunan MP3KI, banyak donor internasional yang menawarkan dana  maupun tenaga ahli untuk membantu Bappenas. Namun Bappenas bergeming bahwa dokumen itu akan disiapkan oleh SMERU saja, tanpa perlu bantuan tenaga ahli manapun.

 

***

Secara substansial MP3KI menghasilkan tiga strategi utama penanggulangan kemiskinan yaitu pemerataan pemenuhan dan peningkatan kualitas layanan dasar, perlindungan sosial komprehensif dan pengembangan penghidupan berkelanjutan. Sayangnya, dokumen ini tidak mendapatkan status legal sebagai pedoman umum penanggulangan kemiskinan seperti halnya MP3EI. Hal ini terjadi karena singkatnya jeda waktu antara penyelesaian dokumen MP3KI dengan berakhirnya masa pemerintah rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun demikian, rezim Presiden Joko Widodo mengakomodir strategi utama dalam MP3KI itu ke dalam dokumen yang lebih strategis, yaitu dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2014-2019.

Mengembangkan sebuah dokumen strategis seperti MP3KI bukanlah pekerjaan mudah. SMERU mengalami banyak tantangan dalam prosesnya. Sebagian tantangan itu mudah diatasi karena berkaitan dengan isu teknis terkait data dan analisa. Misalnya tidak tersedia data yang detil mengenai penghidupan masyarakat. Oleh karena itu analisis MP3KI menggunakan data-data sekunder BPS sebagai proksi. Tapi sebagian lainnya lebih sulit karena berkaitan dengan isu politik ekonomi kebijakan yang harus mempertimbangkan berbagai hal di luar pertimbangan pengetahuan saintifik. Hal ini misalnya adanya kepentingan yang berbeda antara kementerian/lembaga terkait beberapa konsep penting dalam rancangan dokumen. Namun karena hubungan saling percaya dan komunikasi intensif dan produktif dengan Bappenas, antara lain melalui pertemuan-pertemuan formal regular maupun diskusi informal, semua itu bisa diatasi dengan baik. Dalam proses pengembangan MP3KI, SMERU mengerahkan semua kekuatan yang ada. Hampir 30 orang peneliti SMERU praktis terlibat dalam berbagai tahapan pengembangan konsep dan dokumen MP3KI.

Keterlibatan SMERU dalam membantu pemerintah dalam pengembangan berbagai kebijakan inovatif untuk penanggulangan kemiskinan tidak hanya berhenti pada penyusunan konsep MP3KI. Pada 2013, Bappenas kembali menawari SMERU kesempatan emas lainnya. Kali ini Bappenas meminta SMERU terlibat dalam pengembangan konsep Penghidupan Berkelanjutan di MP3KI ke dalam bentuk program operasional. Kegiatan ini mempunyai dua tujuan, yakni (i) Tersusunnya konsep Pendekatan Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan yang bisa dijadikan rujukan oleh kementerian dan lembaga, dan (ii) Adanya rancangan program Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan yang siap untuk dilaksanakan oleh satu kementerian. Menanggapi permintaan ini, SMERU dengan senang hati menerimanya. Hal ini dikarenakan SMERU mempunyai kesempatan untuk menerjemahkan konsep abstrak MP3KI ke dalam program yang operasional.

Keterlibatan SMERU pada kegiatan ini adalah pada perancangan konsep dasar, pada proses pembahasan yang melibatkan kementerian lembaga, dan pada tahap uji coba desain program di lapangan. Pada tahap perancangan konsep, SMERU bertanggungjawab merumuskan semacam “rumusan ideal”. Rumusan ini kemudian didiskusikan dengan kementerian/lembaga terkait serta lembaga donor dan pelaksana berbagai program. Dalam proses ini banyak negosiasi dilakukan, karena masing-masing pihak memiliki pengetahuan, pengalaman, dan bahkan kepentingan sendiri yang semuanya minta diakomodasi dalam rancangan pendekatan dan pelaksanaan program.

Proses pembahasan yang melibatkan banyak pihak menjadi penting bukan saja menyangkut soal mencari masukan untuk memperbaiki substansi desainnya. Hal yang lebih penting sebetulnya adalah untuk mencari legitimasi dan penerimaan semua pihak atas rancangan program. Mekanisme demikian sangat penting dalam praktik perumusan kebijakan publik di Indonesia. Hal itu karena jika sebuah program yang bersifat lintas program hanya disiapkan oleh satu kementerian saja maka dukungan sektor terkait tidak akan optimal.

Upaya kerjasama tersebut kemudian membuahkan hasil. Pertama, adanya rancangan pendekatan pengembangan penghidupan berkelanjutan yang disebut dengan nama yang sama, yaitu Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B) yang menjadi platform upaya pengembangan penghidupan rumah tangga miskin. Kedua, adanya rancangan program yang lebih teknis yang kemudian disebut dengan program Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PKKPM) yang dilaksanakan oleh Kementerian Desa. Pendekatan P2B sudah diadopsi oleh lima kementerian dan sudah dilaksanakan pada tahun anggaran 2015-2016. Namun sayangnya, program percontohan untuk pendekatan ini, yaitu PKKPM, dihentikan pelaksanaannya oleh Kementerian Desa. Alasannya antara lain karena adanya kebijakan anggaran baru yang membuat Kementerian Desa harus mengubah alokasi anggaran programnya.

Pada tahap uji coba PKKPM, SMERU juga terlibat baik dalam pelaksanaan program maupun kegiatan monitoring dan evaluasi. Kondisi demikian mungkin dianggap tidak biasa karena bisa mencederai objektivitas pelaksanaan program. Namun dalam pelaksanannya, SMERU membentuk dua tim terpisah untuk menjaga agar keduanya bisa berjalan beriringan tanpa mengurangi obyektivitas masing-masing tim. Keberadaan dua tim ini ternyata justru dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan program. Tim monev bisa langsung memberikan masukan secara real time kepada tim pelaksana program. Dalam dua tahun ujicoba PKKPM, banyak perbaikan  konsep dan pelaksanaan program telah terlaksana. Beberapa di antaranya terkait perubahan Petunjuk Teknis Operasional (PTO), penambahan jumlah fasilitator di tingkat kecamatan, perubahan mekanisme pelatihan fasilitator, perubahan mekanisme sosialisasi, dan perubahan konsep dan mekanisme pemetaan potensi ekonomi daerah.

 

***

Berdasarkan keterlibatan SMERU membantu pemerintah secara langsung dalam perumusan kebijakan publik, pada akhirnya juga membawa perubahan dalam mempengaruhi kerja SMERU maupun pemerintah sendiri. Bagi SMERU, kesempatan tersebut telah memberi penelitianya kesempatan untuk memahami banyak hal teknis tentang pengembangan sebuah kebijakan yang baik. Misalnya, peneliti SMERU menjadi lebih paham tentang adanya politik ekonomi sebuah kegiatan perancangan program pembangunan. Dalam perspektif ini, banyak hal yang secara saintifik sangat ideal tapi tidak bisa “dijual” secara politik atau tidak praktis dalam pelaksanaan suatu program. Misalnya, pendampingan kelompok melalui NGO lokal secara berkelanjutan atas pembiayaan pemerintah. SMERU juga belajar bahwa dalam pengembangan sebuah program, ternyata antar lembaga pemerintahan sendiri harus melakukan banyak  negosiasi.

Oleh karenanya hasil rancangan kebijakan/program terkadang tidak maksimal, namun bisa diterima secara politik oleh banyak kelembagaan pemerintah. Dua hal ini sama-sama penting. Tanpa keduanya sebuah program tidak bisa berjalan. Dengan memahami hal ini, SMERU menjadi lebih berhati-berhati ketika memberikan rekomendasi kebijakan. Bila sebelumnya rekomendasi dirumuskan hanya sepenuhnya berdasarkan inferensi logis dari hasil analisis data, maka setelah memiliki pemahaman politik ekonomi kebijakan ini SMERU menjadi lebih “bijaksana”. SMERU selalu akan mempertanyakan apakah rekomendasi itu akan bisa dilaksanakan dalam kondisi yang ada. Pembelajaran ini membuat SMERU lebih bisa memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih bisa dijalankan, bukan sekadar rekomendasi ideal di atas kertas. Contohnya, terkait rekomendasi pendampingan desa, SMERU tidak gegabah mengusulkan mekanisme pendampingan desa berdasarkan karakteristik setempat. Pendampingan seperti ini membutuhkan kemampuan fasilitasi handal yang SDM-nya tidak tersedia secara memadai.

Dilibatkannya SMERU dalam proses penyusunan kebijakan strategis dimungkinkan karena beberapa kementerian/lembaga sejak reformasi membuka diri terhadap peran para pihak diluar pemerintah. Oleh karena itu, bukan sebuah kebetulan jika Bappenas mau mengajak SMERU untuk membantu mereka mengembangan sebuah dokumen dan program flagship. Bappenas belajar bahwa lembaga penelitian lokal juga punya kemampuan bila diberi kepercayaan dan kesempatan. Bila sebelumnya lembaga internasional bertebaran dalam berbagai program pemerintah, saat ini tampaknya lebih banyak lembaga dalam negeri yang dimanfaatkan oleh pemerintah. Selain itu, tampaknya lembaga seperti Bappenas dan beberapa kementerian lainnya juga semakin fasih berbicara tentang pentingnya bukti dalam merancang kebijakan.

Pemerintah semakin banyak meminta lembaga penelitian melakukan policy research merupakan indikasi bahwa komitmen pemerintah semakin tinggi terhadap bukti untuk menjadi dasar pembuatan kebijakan. Salah satu contoh, dalam pelaksanaan UU Desa, pemerintah menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga penelitian yang tergabung dalam Working Group Desa antara lain SMERU, Sajogyo Institute, Akatiga, Article 33, dan SurveyMETER untuk menyediakan bukti-bukti terkini tentang praktik pelaksanaan UU Desa. Pada akhirnya, komitmen seperti ini akan sangat membantu dalam menciptakan kebijakan yang semakin baik di masa depan.

 

Bagikan laman ini

Penulis

Peneliti Senior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Peneliti Senior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.