Selamat datang di edisi pertama SMERU Newsletter pada tahun kedua keberadaan kami sebagai sebuah lembaga independen. Dalam edisi ini kami mengangkat isu penerapan upah minimum. Sejak April hingga Oktober 2001, SMERU mengadakan sebuah studi mengenai upah minimum dengan menggunakan baik pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Hasil kedua studi tersebut kami ringkaskan dalam edisi ini. Analisis kualitatif berfokus pada tinjauan bagaimana peraturan upah minimum dipandang, dipahami, dan dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dan para pekerja. Sementara itu, dalam analisis kuantitatif kami menguji pengaruh upah minimum terhadap kesempatan kerja dengan menggunakan data dari Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas).
Untuk membantu meningkatkan pemahaman kita tentang masalah upah minimum dalam konteks yang lebih luas, kami mengundang Dr. Chris Manning, yang telah lama mendalami isu-isu ketenagakerjaan di Indonesia, untuk menulis satu artikel mengenai kebijakan upah minimum. Artikelnya mengangkat beberapa masalah penting mengenai upah minimum di Indonesia, termasuk mengenai kecenderungan untuk memperlakukan upah minimum sebagai semata-mata masalah sosial dengan mengabaikan konsekuensi-konsekuensi ekonominya.
Masalah lain yang cukup penting adalah hubungan antara upah minimum dengan otonomi daerah. Di masa lalu, pemerintah pusat menentukan upah minimum regional berdasarkan rekomendasi dari gubernur. Sekarang kekuasaan untuk menentukan besarnya upah minimum telah diserahkan kepada pemerintah lokal. Satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah konsekuensi dari penyerahan kekuasaan ini. Suatu tulisan yang disiapkan oleh Divisi Desentralisasi dan Pemerintahan Lokal akan membahas dimensi ini. Upah minimum telah lama menjadi isu yang kontroversial. Dengan mendiskusikan isu ini di sini, kami berharap akan menjadi pendorong bagi para pembaca untuk memahami manfaat dan kelemahan dari kebijakan upah minimum. Akhirnya, kami mengucapkan Selamat Tahun Baru