Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Kemiskinan: Ketiga Paslon Sangat Mengandalkan Program-progam Bantuan Sosial untuk Pengentasan Kemiskinan

21 Desember 2023

Tiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Indonesia yang akan menjadi peserta Pemilu 2024 adalah Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Para paslon telah menyampaikan visi dan misi mereka. Artikel ini mengulas visi dan misi para paslon terkait kemiskinan dengan merujuk pada analisis data terkini dan temuan penelitian SMERU.

 

Ekspektasi SMERU

Pengukuran Kemiskinan Indonesia Perlu Ditinjau Kembali

Dengan peningkatan status menjadi upper middle-income country, Indonesia perlu meninjau standar kemiskinan yang digunakan saat ini. Mengacu pada garis kemiskinan internasional 1,90 dollar AS pada PPP (Purchasing Power Parity) 2011, tingkat kemiskinan Indonesia menurun signifikan dari 10,92 persen pada 2011 ke 1,52 persen pada 2022. Namun, jika fokus kemiskinan tidak lagi hanya pada kemiskinan ekstrem, melainkan juga masyarakat yang rentan secara ekonomi, yang mudah jatuh miskin ketika menghadapi guncangan, maka Indonesia perlu merevisi acuan garis kemiskinan internasional yang digunakan. Dengan standar yang lebih tinggi, yaitu 3,65 dollar AS pada PPP 2017, seperlima masyarakat Indonesia dikategorikan sebagai kelompok miskin. Sementara itu, berdasarkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada September 2022 adalah 9,57 persen.

 

Atasi Dua Tantangan Utama dalam Pengentasan Kemiskinan

Dua permasalahan utama yang terkait erat dengan pengentasan kemiskinan adalah perlindungan sosial yang belum optimal dan kondisi pasar tenaga kerja yang kurang menguntungkan.

Kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia masih mengandalkan program-program bantuan sosial untuk mendukung kehidupan kelompok miskin. Program-program tersebut bersifat rutin, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan program sembako, ataupun yang sifatnya sementara ketika terjadi sebuah guncangan, seperti bencana alam ataupun masalah ekonomi, yang memengaruhi kehidupan kelompok miskin dan rentan.

Indonesia telah mengembangkan sistem jaminan sosial yang lebih komprehensif melalui pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk kesehatan dan ketenagakerjaan sejak 2011. Institusionalisasi sistem perlindungan sosial ini perlu dikembangkan hingga dapat mencakup tidak hanya program jaminan sosial namun juga program bantuan sosial.

Institusionalisasi sistem perlindungan sosial yang menyeluruh, seperti di Jerman (Sozialversicherung), akan memberikan dampak yang lebih efektif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan. Hingga saat ini, mayoritas pekerja di Indonesia berada di sektor informal, yaitu 59–60 persen. Pekerja di sektor informal ini, baik di desa maupun di kota, merupakan penyumbang tertinggi angka kemiskinan karena kondisi pekerjaan mereka yang tidak menentu.

Perkembangan teknologi juga menyebabkan fenomena pekerja ekonomi gig digital. Pekerja di sektor ini umumnya terafiliasi dengan pihak ketiga, namun berstatus sebagai pekerja informal sehingga kurang terlindungi oleh sistem perlindungan sosial yang ada. Selain itu, produktivitas yang rendah di sektor agrikultur dan jasa serta deindustrialisasi prematur juga turut menghambat pekerja untuk keluar dari kemiskinan.

Penciptaan lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja Indonesia dengan optimal merupakan tantangan besar. Tenaga kerja Indonesia didominasi oleh lulusan SMP/sederajat ke bawah. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2021 bulan Agustus, 47,65 persen tenaga kerja usia 15–65 memiliki ijazah SMA/sederajat ke atas, dan hanya 13,28 persen yang berijazah universitas.

Untuk angkatan kerja usia muda (15–35 tahun), 62,95 persen memiliki ijazah SMA/sederajat ke atas, sementara untuk usia 35–65 tahun hanya 36,78 persen yang minimal memiliki ijazah SMA/sederajat. Kondisi ini berimplikasi pada sulitnya pekerja yang lebih tua untuk mengisi lapangan kerja yang membutuhkan kualifikasi yang relatif tinggi.

 

Visi dan Misi Para Paslon

Dalam visi dan misi setiap paslon, kemiskinan menjadi salah satu prioritas yang akan ditangani. Pasangan Anies-Muhamin dan Prabowo-Gibran menargetkan kemiskinan ekstrem dapat dihilangkan pada 2026, sementara Ganjar-Mahfud merencanakan kemiskinan esktrem nol persen akan dicapai pada akhir periode jabatan presiden mendatang. Secara umum, ketiga paslon yang berkompetisi ini menggunakan pendekatan yang serupa untuk memerangi kemiskinan di Indonesia.

 

Perlindungan sosial

Dalam visi dan misi setiap paslon, penguatan dan pengembangan perlindungan sosial merupakan komponen utama untuk mengatasi kemiskinan. Pada poin 2 misi Anies-Muhaimin disebutkan bahwa paslon ini akan mewujudkan sistem jaminan sosial yang tepat sasaran, komprehensif, dan inklusif melalui perluasan kepesertaan, khususnya bagi kelompok informal miskin, lansia, dan rentan tanpa ketergantungan. Untuk melaksanakan hal tersebut, seluruh program jaminan sosial akan dikelola oleh badan tertentu. 

Sementara itu dalam Asta Cita 6, yang merupakan bagian dari program kerja Prabowo-Gibran, program bantuan sosial merupakan strategi andalan untuk membantu masyarakat kurang mampu. Program bantuan rutin seperti PKH dan bantuan pangan non-tunai (BPNT) akan dilanjutkan demi membantu kehidupan kelompok kurang mampu, khususnya di perdesaan. Selain itu, paslon ini juga berencana mengembangkan program bantuan secara lebih luas, seperti misalnya program asistensi sosial lanjut usia.

Paslon Ganjar-Mahfud akan mengatasi kemiskinan dengan mengembangkan perlindungan sosial adaptif, meskipun tidak dijabarkan apa yang dimaksud dengan sistem tersebut. Mereka menyebutkan percepatan penghapusan kemiskinan dilakukan dengan konvergensi program pusat dan daerah, serta optimalisasi dana non-APBN. Selain itu, paslon ini juga berencana membentuk dana abadi kesejahteraan sosial yang akan digunakan untuk membiayai program-program kesejahteraan sosial. Namun, tidak disebutkan secara spesifik dari mana sumber pembiayaan untuk dana abadi tersebut.

 

Ketenagakerjaan

Mendorong sektor ketenagakerjaan di Indonesia merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh ketiga paslon untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan menurunkan angka kemiskinan. Anies-Muhaimin berencana menciptakan lebih dari 15 juta lapangan kerja baru selama periode 2025–2029. Kementerian Ketenagakerjaan akan menjadi tulang punggung peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia melalui pelatihan kerja dan pengembangan profesi. Selain itu, Anies-Muhaimin juga berniat memperbaiki kebijakan terkait tingkat komponen dalam negeri, izin tenaga kerja asing, ekosistem kewirausahaan startup, dan sistem pemodalan untuk wirausaha. Selain itu, proyek pemerintah padat karya juga menjadi salah satu andalan untuk menyerap tenaga kerja.

Visi dan misi Prabowo-Gibran pada sektor ketenagakerjaan terkesan tidak berbeda jauh dengan yang disampaikan oleh Anies-Muhaimin. Pembatasan tenaga kerja asing dan peningkatan sumber daya manusia melalui berbagai macam pelatihan bersertifikat, termasuk revitalisasi balai latihan kerja berbasis kompetensi kriya dan seni kreatif, merupakan beberapa kebijakan yang akan dilakukan oleh paslon ini. Prabowo-Gibran juga akan mempermudah pemberian kredit usaha untuk wirausaha sebagai salah satu strategi mengatasi kemiskinan.

Sementara itu, Ganjar-Mahfud menargetkan 17 juta lapangan kerja baru.  Untuk memenuhi target tersebut, salah satu strategi yang dipilih oleh paslon ini adalah mendorong pertumbuhan usaha ultramikro dan usaha mikro kecil dan menengah melalui kemudahan akses modal, pelatihan, dan fasilitasi akses pasar.

 

Tanggapan terhadap Visi dan Misi Para Paslon

Ketiga paslon memiliki pendekatan yang serupa, namun dengan penekanan yang berbeda, dalam visi dan misi mereka terkait kemiskinan. Anies-Muhaimin secara eskplisit menyebutkan bahwa kemiskinan perlu diselesaikan dengan memperkuat dua komponen utama, yaitu perbaikan bantuan sosial dan peningkatan kebijakan yang mendorong terciptanya lapangan kerja. Sementara Prabowo-Gibran menekankan pembangunan yang dimulai dari desa, termasuk pemberian bantuan sosial bagi masyarakat desa sebagai usaha utama memberantas kemiskinan. Ganjar-Mahfud berfokus pada penguatan perlindungan sosial dalam percepatan penghapusan kemiskinan, dan tidak terlalu mengarahkan kebijakan terkait penciptaan lapangan kerja sebagai strategi langsung dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Hal lain yang juga menjadi catatan, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud memberikan perhatian terhadap aspek keberlanjutan dari pelaksanaan perlindungan sosial. Anies-Muhaimin mendorong keberlanjutan perlindungan sosial dari aspek pengelolaan dengan mengindikasikan akan dibentuknya sebuah badan khusus. Sementara, Ganjar-Mahfud memerhatikan keberlanjutan dari aspek pembiayaan dengan merencanakan adanya dana abadi kesejahteraan sosial. Hal serupa kurang terlihat dalam visi dan misi yang disampaikan Prabowo-Gibran.

Rencana Anies-Muhaimin untuk mengelola seluruh program perlindungan sosial di bawah satu badan dapat menjadi awal dari pembentukan ekosistem perlindungan sosial yang komprehensif dan memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat kurang mampu. Namun, dalam visi dan misi mereka belum terlihat jelas strategi untuk mencapai hal tersebut.

Dari ketiga paslon, hanya Anies-Muhaimin yang secara spesifik memasukkan isu ketenagakerjaan dalam misi mereka mengatasi kemiskinan. Paslon ini mengindikasikan akan mengembangkan kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan yang pro terhadap kelompok kurang mampu. Sementara kebijakan ketenagakerjaan yang dipaparkan oleh dua paslon lain bersifat umum dan kurang memperhatikan kebutuhan dari kelompok kurang mampu.

Ganjar-Mahfud dalam pendahuluan visi dan misi mereka menyoroti tentang karakteristik tenaga kerja Indonesia yang didominasi oleh lulusan SMP ke bawah dan tingkat produktivitas yang relatif di bawah beberapa negara ASEAN. Namun, program dan rencana kebijakan terkait penciptaan lapangan kerja yang disampaikan oleh paslon ini belum secara khusus mengakomodasi kebutuhan tenaga kerja yang dominan di Indonesia saat ini.

Penciptaan lapangan kerja yang tepat perlu menjadi fokus utama untuk membantu pemberdayaan masyarakat miskin. Meskipun transformasi digital dan perkembangan teknologi terus berlangsung, sebagian besar kelompok miskin kurang mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan pendidikan dan kemampuan dalam menggunakan teknologi digital. Oleh karena itu, perlu diciptakan lapangan kerja baru yang tidak hanya menuntut kualifikasi pendidikan dan kemampuan tinggi, tetapi juga yang lebih berorientasi pada karakteristik mayoritas tenaga kerja yang ada dan mampu menjangkau kelompok yang lebih luas.

Isu formalisasi tenaga kerja juga belum disentuh secara mendalam oleh ketiga paslon. Walaupun Anies-Muhaimin menargetkan penurunan proporsi pekerja informal dari 60 persen menjadi 50 persen pada 2029, belum ada program dan kebijakan yang mendorong perubahan pekerja informal menjadi formal. Visi dan misi dua paslon lain juga tidak mencantumkan program dan kebijakan tersebut. Formalisasi tenaga kerja merupakan hal yang penting di dalam melindungi kesejahteraan masyarakat agar mereka tidak rentan jatuh ke dalam kemiskinan. Dengan menjadi pekerja formal, mereka akan mendapatkan akses yang lebih luas terhadap program-program jaminan sosial dan bantuan sosial yang ada.

 

Kesimpulan

Ketiga paslon tidak ada yang menyebutkan tentang pentingnya untuk melakukan pemutakhiran metodologi perhitungan kemiskinan. Untuk mengatasi persoalan kemiskinan, terlihat mereka sangat mengandalkan program-program perlindungan sosial, khususnya bantuan sosial yang sudah berjalan saat ini. Namun, visi dan misi mereka belum menunjukkan secara jelas bagaimana melakukan transformasi program-program tersebut menjadi sebuah sistem yang terintegrasi secara komprehensif untuk membantu masyarakat kurang mampu keluar dari kemiskinan ataupun melindungi mereka ketika mengalami guncangan.

Visi dan misi ketiga paslon terkait ketenagakerjaan juga terasa masih sangat umum. Walaupun demikian, setiap paslon dalam beberapa aspek mengindikasikan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung pekerja dari masyarakat kurang mampu. Meskipun demikian, belum terlihat jelas bagaimana para paslon ini akan mengatasi permasalahan ketenagakerjaan pada kelompok kurang mampu yang memiliki karakteristik tingkat pendidikan dan produktivitas relatif rendah. Selain itu, para paslon juga belum menunjukan bagaimana formalisasi pekerja, khususnya dari kelompok kurang mampu, akan dilakukan agar para pekerja ini ke depannya bisa mengakses sistem perlindungan sosial yang lebih komprehensif.

 
Saran sitasi

Bima, Luhur dan Affandi Ismail (2023) 'Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Kemiskinan: Ketiga Paslon Sangat Mengandalkan Program-progam Bantuan Sosial untuk Pengentasan Kemiskinan' <https://smeru.or.id/id/article-id/visi-dan-misi-pemilu-24-terkait-kemiskinan-ketiga-paslon-sangat-mengandalkan-program> [tanggal akses].

 

Bagikan laman ini

Penulis

Peneliti
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Peneliti Senior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.