Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) mengalami transisi nutrisi dari pola makan tradisional ke makanan olahan berenergi tinggi, yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Digitalisasi sistem pangan memainkan peran penting dalam memengaruhi transisi ini. Makalah ini menyelidiki dampak ekspansi aplikasi super (termasuk pengantaran makanan, berbagi tumpangan, dan bantuan kehidupan sehari-hari lainnya) terhadap hasil nutrisi (nutritional outcomes). Kami memanfaatkan peluncuran Gojek dan Grab yang dilakukan secara bertahap antara 2015 dan 2018 di Indonesia untuk mengestimasikan dampaknya terhadap hasil nutrisi dan konsumsi pangan, dengan menggabungkan data ekspansi aplikasi super dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas). Kami menggunakan pendekatan doubly robust difference-in-differences untuk mengatasi masalah endogenitas. Hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi super meningkatkan indeks massa tubuh (BMI), yang berdampak buruk pada meningkatnya insiden kelebihan berat badan dan obesitas. Efek ini lebih terasa di kota dan kabupaten dengan fitur pengantaran makanan daring. Aplikasi-aplikasi ini juga meningkatkan BMI lebih besar pada individu yang sebelumnya sudah kelebihan berat badan/obesitas, lebih muda, dan lebih makmur (berpendidikan tinggi, berpenghasilan tinggi, dan bekerja), yang menunjukkan penggunaan aplikasi yang lebih tinggi di antara kelompok-kelompok ini. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi makanan tidak sehat (makanan asin dan olahan). Di sisi lain, aplikasi super berpotensi mengurangi kekurangan berat badan dan meningkatkan keragaman konsumsi pangan. Temuan ini menyoroti peran aplikasi super dalam transisi nutrisi di negara-negara LMIC.