Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting)

Perkembangan pengetahuan mengenai kemiskinan – dan untuk alasan tertentu juga karena keberpihakan – telah mencatat bahwa pengertian kemiskinan tidak bisa lagi hanya dipahami sebagai sekedar kondisi ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan material dasar. Pada saat ini dapat dikatakan semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan kemiskinan, baik pemerintah, lembaga donor, LSM, dan akademisi telah sepakat bahwa kemiskinan adalah persoalan yang bersifat multidimensi. Di dalamnya antara lain mencakup dimensi rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tidak adanya jaminan masa depan, kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan, ketidakmampuan menyalurkan aspirasi, dan ketersisihan dalam peranan sosial.

Jika dicermati, di balik pelibatan unsur multidimensi dalam pemahaman mengenai kemiskinan sebenarnya terkandung makna adanya perubahan mendasar terhadap filosofi kemiskinan. Perubahannya mengarah pada pemahaman bahwa orang-orang yang dikategorikan miskin adalah juga manusia sewajarnya yang mempunyai aspirasiaspirasi “normal” sebagaimana layaknya manusia pada umumnya. Oleh karena itu, adalah merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak termaafkan jika orang-orang yang dikategorikan miskin ini, derajad kemanusiaannya diredusir menjadi katakanlah setara dengan sekian kilo kalori per hari. Betapapun kondisi sosial ekonominya, hal tersebut tidak dapat merubah kenyataan bahwa mereka adalah juga manusia yang memiliki harkat dan martabat.

Dengan memahami kemiskinan sebagai persoalan yang bersifat multidimensi, maka implikasinya adalah tidak ada satupun cara atau kebijakan tunggal yang dapat menanggulangi kemiskinan. Dengan kata lain pendekatan kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bisa parsial, melainkan harus pula bersifat multidimensi dan komprehensif. Dalam konteks ini, paparan mengenai kebijakan anggaran yang memihak pada orang miskin (pro-poor budget) harus dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari sekian banyak kebijakan lain yang diperlukan untuk menanggulangi kemiskinan. Mengingat regim sentralistik dalam sistem pemerintahan Indonesia telah beralih menjadi regim desentralistik dan otonom, maka konteks pembahasan pro-poor budget ini akan disesuaikan pula dengan sistem pemerintahan regim yang baru ini.

Bagikan laman ini

Penulis 
M. Sulton Mawardi
Sudarno Sumarto
Wilayah Studi 
Nasional
Kata Kunci 
kemiskinan
pro masyarakat miskin
kebijakan
kebijakan anggaran
penanggulangan kemiskinan
Tipe Publikasi 
Modul dan Paket Informasi Dasar
Ikon PDF Download (140.27 KB)