Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memiliki peran sangat besar dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang setara. Hingga saat ini, cakupan kepesertaan JKN mencapai 82% populasi Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai lembaga penyelenggara JKN, juga telah membangun kerja sama dengan lebih dari 27.000 fasilitas kesehatan. Meski implementasinya sudah memasuki tahun ketujuh, JKN masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam mewujudkan pembiayaan yang berkelanjutan. Pertama, masih terdapat ketimpangan cakupan kepesertaan JKN antarprovinsi dan ketimpangan jumlah fasilitas kesehatan antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Kedua, upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah anggaran kesehatan belum mampu mengatasi defisit dalam pembiayaan JKN. Ketiga, beban ganda penyakit yang masih besar serta krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19 menambah panjang daftar tantangan dalam pembiayaan JKN.
Dengan berbagai tantangan tersebut, upaya Pemerintah Pusat untuk memperkecil defisit dalam pembiayaan JKN perlu didukung pemerintah daerah melalui pengalokasian 10% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor kesehatan. Selain itu, pemerintah perlu memperluas ruang fiskal melalui program-program yang mudah diimplementasikan dan pelibatan sektor swasta, misalnya perusahaan asuransi komersial, dalam pembiayaan JKN. Upaya memperkecil deficit dalam pembiayaan JKN harus diiringi dengan upaya untuk mengedepankan aspek promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, terutama penyakit katastropik/kronis. Prinsip farmakoekonomik juga perlu diterapkan agar perawatan pasien menjadi lebih efisien secara biaya.