Kualitas manusia Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan banyak negara lain. Hal ini dapat dilihat dari, antara lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)–Indonesia berada pada urutan ke-111. Belum ada provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori IPM tinggi. Salah satu penyebab rendahnya IPM Indonesia adalah masih rendahnya rerata lama sekolah (8 tahun pada 2017) dan harapan lama sekolah (12,8 tahun pada 2017). Pemerintah perlu mendorong peningkatan partisipasi sekolah di tingkat pendidikan tinggi. Saat ini hanya sekitar 36% penduduk berusia 19–24 tahun yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tingkat ini lebih tinggi daripada Vietnam, tetapi jauh di bawah Malaysia (42%), Thailand (49%), dan Tiongkok (51%).Akses ke pendidikan tinggi juga sangat timpang. Dari seluruh mahasiswa, 55% berasal dari kelompok ekonomi paling atas, sementara hanya 2,6% yang berasal dari kelompok ekonomi bawah, padahal kesetaraan akses terhadap perguruan tinggi adalah salah satu cara paling efektif untuk keluar dari kemiskinan dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi, khususnya bagi mereka yang tidak mampu membiayai kuliah, adalah dengan menyediakan pinjaman untuk pendidikan mahasiswa (student loan). Model pinjaman mahasiswa berbasis pendapatan yang menjamin keterjangkauan, pemerataan akses, dan kemudahan pembayaran sangat mungkin diterapkan di Indonesia. Pada model pinjaman mahasiswa berbasis pendapatan ini, beban pembayaran utang dapat diatur untuk mengurangi risiko penunggakan. Penerapan pinjaman mahasiswa berbasis pendapatan dapat berjalan baik jika digabungkan dengan sistem perpajakan negara. Perbaikan sistem perpajakan selama satu dekade terakhir memberikan peluang untuk memulai penerapan pinjaman mahasiswa berbasis pendapatan di Indonesia.