Dalam banyak penelitian tentang anak, posisi mereka sering kali direduksi menjadi sekadar objek yang memberikan data. Anak diminta menjadi responden, memberikan jawaban, lalu peneliti pulang membawa data tersebut untuk dianalisis.
Tidak jarang, penelitian tentang anak menggunakan perspektif orang dewasa sehingga temuan yang dihasilkan bias karena tidak sepenuhnya mencerminkan perasaan dan pandangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tentang anak belum tentu benar-benar berpihak pada anak.
Di SMERU, kami berpegang pada prinsip partisipasi anak yang bermakna dalam melakukan penelitian tentang anak. Artinya, anak bukan sekadar sumber data dan informasi, melainkan subjek aktif yang diberikan ruang untuk bersuara tentang kehidupan mereka. Memosisikan anak sebagai subjek berarti memberi mereka ruang dan kendali lebih besar untuk menentukan bagaimana pengalaman hidup mereka dipahami dan dituangkan dalam produksi pengetahuan (Mason dan Watson, 2014: 2757-2796).
Ketika melakukan penelitian yang melibatkan anak, kami memosisikan mereka secara setara dan menganggap bahwa setiap pendapat, pengalaman, dan perasaan mereka adalah valid. Sebab, dalam beberapa hal, apa yang dianggap penting oleh orang dewasa belum tentu dianggap penting oleh anak.
Sebagai contoh, salah satu studi SMERU mengenai kemiskinan anak di perkotaan menunjukkan bahwa anak cenderung memaknai kesejahteraan melalui hal-hal yang bersifat tangible atau konkret dan dekat dengan keseharian mereka, seperti kepemilikan benda-benda tertentu. Di sisi lain, orang tua menilai kesejahteraan dari aspek yang lebih abstrak, seperti pendidikan, kesehatan, relasi sosial, dan praktik agama.
Cara SMERU Melibatkan Anak dalam Penelitian
Pada praktiknya, etika penelitian yang berlaku pada orang dewasa juga berlaku pada anak, namun dengan standar perlindungan yang lebih ketat. Mengacu pada kebijakan perlindungan anak SMERU, misalnya, peneliti tidak diperkenankan berada di ruangan tertutup hanya dengan anak tanpa kehadiran orang dewasa atau pendamping lain, sekalipun untuk keperluan penelitian. Perlindungan ini juga mencakup kerahasiaan identitas anak, yang dijaga dengan tidak menampilkan wajah maupun informasi pribadi mereka dalam publikasi apa pun. Selain itu, setiap instrumen penelitian yang melibatkan anak harus melalui peninjauan ketat agar pertanyaannya aman, tidak membebani, dan tidak memicu pengalaman traumatis, khususnya saat penelitian menyentuh isu-isu sensitif seperti kekerasan.
Berikut adalah cara SMERU memastikan anak terlibat dengan aman, nyaman, dan bermakna dalam penelitian.
- Melibatkan Anak Sejak Perancangan hingga Validasi
Dalam beberapa penelitian, kami tidak hanya melibatkan anak sebagai responden atau informan, tetapi juga mengikutsertakan mereka dalam perancangan desain studi, penyusunan instrumen, pemilihan metode pengumpulan data, dan validasi hasil. Pelibatan ini membantu memastikan perspektif anak tecermin lebih kuat dalam temuan penelitian.
- Mempersiapkan Peneliti dengan Pendekatan yang Ramah Anak
Pengumpulan data dari anak membutuhkan metode atau pendekatan yang berbeda dari pengumpulan data pada orang dewasa. Karena itu, sebelum mengumpulkan data, peneliti perlu dibekali pemahaman tentang komunikasi ramah anak, etika perlindungan anak, serta metode partisipatif. Peneliti juga melakukan pilot terlebih dahulu dengan anak-anak untuk memastikan metode pengumpulan data yang dipilih telah sesuai, aman, dan mudah dipahami.
- Mengurangi Relasi Kuasa dan Menciptakan Suasana yang Nyaman
Peneliti harus menyadari posisi mereka sebagai orang dewasa yang bisa memunculkan relasi kuasa saat menggali informasi dari anak. Untuk menghilangkan batasan tersebut, kami memilih lokasi pengumpulan data serta metode kreatif yang familiar, menyenangkan, dan sesuai dengan usia anak. Pendekatan ini membantu anak merasa nyaman dan aman saat menyampaikan pendapat mereka. Beberapa teknik yang pernah kami gunakan antara lain menggambar, bercerita, bermain peran, elisitasi foto, dan diskusi kelompok menggunakan flash card atau kartu-kartu emoji.
- Menjunjung Prinsip Persetujuan dan Kenyamanan Anak
Kami selalu memastikan adanya persetujuan dari anak dan orang tua/wali sebelum melakukan pengumpulan data. Anak tidak boleh dipaksa untuk menjawab pertanyaan selama wawancara atau diskusi. Jika anak tampak lelah, peneliti perlu memberi mereka kesempatan untuk beristirahat atau mengakhiri sesi. Pendekatan ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menghargai dan melindungi hak-hak anak.
Tantangan dan Pembelajaran
Melakukan penelitian dengan anak adalah hal yang kompleks karena peneliti harus menyeimbangkan berbagai aspek, seperti etika, relasi kuasa, keragaman konteks sosial, dan karakteristik anak, sembari memastikan partisipasi anak tetap bermakna. Pengalaman kami selama ini tidak selalu mulus. Ada kalanya anak membutuhkan waktu untuk lebih memahami pertanyaan sebelum siap menjawab.
Selain itu, anak-anak di daerah yang berbeda bisa memiliki gaya dan kemampuan berkomunikasi yang beragam, meskipun usia mereka sebaya. Ketika ini terjadi, kami harus lebih fleksibel, berempati, dan kreatif dalam menyesuaikan bahasa dan ritme agar anak tetap merasa aman dan nyaman untuk berbagi. Dengan kata lain, penelitilah yang harus menyesuaikan diri dengan cara berpikir anak, bukan menuntut anak untuk beradaptasi dengan metode yang kami gunakan.
Pada beberapa situasi, karena adanya relasi kuasa, anak terkadang memberikan jawaban yang tampak “aman”–mungkin karena mereka berpikir itulah jawaban yang “ingin didengar peneliti”. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut, kami selalu berupaya membangun rapport sejak awal, meyakinkan anak bahwa jawaban mereka tidak akan dinilai benar atau salah sehingga mereka dapat menyampaikan pendapat apa adanya, menjaga kerahasiaan informasi yang mereka berikan, dan melakukan triangulasi jawaban.
Kami pernah melakukan sebuah studi yang seluruh partisipannya adalah anak dan melibatkan mereka sejak tahap perancangan hingga penyusunan temuan. Dalam studi tersebut, kami menemukan beberapa jawaban yang tampak berbeda satu sama lain. Hal ini wajar, mengingat anak terkadang merespons berdasarkan apa yang paling mereka ingat atau rasakan pada saat itu. Oleh karena itu, melakukan triangulasi dengan mendapatkan informasi tambahan dari orang dewasa di sekitar anak tetap diperlukan guna memahami konteks perilaku dan situasi anak secara lebih utuh.
Mengapa Suara Anak Penting bagi Kebijakan
Anak memandang dan menjalani hidup dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang dewasa. Banyak pengalaman mereka tidak terlihat oleh kita karena yang kita pahami sering kali adalah perspektif orang dewasa, bukan perspektif anak. Karena itu, jika kita ingin memahami anak secara lebih jujur, kita perlu melibatkan mereka sebagai subjek penelitian, bukan sekadar objek.
Dalam kerangka studi kebijakan, suara anak dapat membuat kebijakan menjadi lebih relevan dengan kebutuhan dan realitas yang mereka hadapi. Salah satu studi kami menemukan bahwa ketiadaan ruang publik atau tempat bermain untuk anak di desa membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja. Temuan ini menunjukkan pentingnya pemerintah menyediakan lebih banyak ruang publik yang aman dan dapat diakses anak, sehingga mereka memiliki tempat untuk bermain dan mengurangi risiko keterlibatan dalam perilaku berisiko.
Semakin banyak penelitian tentang anak yang benar-benar berpusat pada anak, semakin mudah bagi para pengambil kebijakan untuk merumuskan intervensi yang menjawab kebutuhan rill anak.




