Menaklukkan Quarter-Life Crisis: Tingkatkan Kapasitas Pemuda, Jadi Generasi Emas 2045

14 Juni 2023

Quarter-life crisis dapat menjadi ancaman atau peluang bagi pemuda. Diperlukan ketangguhan dan karakteristik tertentu bagi pemuda untuk bisa “memanfaatkan” krisis ini sebagai katalis untuk tumbuh dan berkembang—bukan sekadar bertahan dalam menghadapinya. Tanpa kemampuan yang memadai, pemuda akan kesulitan melewati fase ini, dan berisiko tidak berkembang dan tidak bisa berprestasi. Padahal, Indonesia membutuhkan pemuda berkualitas untuk bisa mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045, saat negara ini merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-100. 

Forum Kajian Pembangunan (FKP) 2023 – Seri 2 yang diselenggarakan secara hibrida oleh SMERU dan Tanoto Foundation pada 13 Juni 2023 mengangkat tema “Quarter-Life Crisis: How to Thrive, Not Just Survive”. Diskusi ini mengupas faktor-faktor yang menyebabkan pemuda mengalami “krisis seperempat abad”, serta apa yang bisa dilakukan pembuat kebijakan maupun pemangku kepentingan terkait untuk membantu pemuda agar mampu melewati krisis tersebut dengan baik. 

 


Diskusi Forum Kajian Pembangunan (FKP) 2023 – Seri 2  “Quarter-Life Crisis: How to Thrive, Not Just Survive” dikemas secara santai, namun, tetap "berisi" dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya.

 

Pentingnya Peran Pemuda dalam Pembangunan  

Dalam rangka pengembangan dua kajian pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025–2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045 Bidang Pemuda, SMERU melakukan focus group discussion (FGD) dengan akademisi, pejabat pemerintah daerah, staf kementerian maupun lembaga, serta perwakilan organisasi nonpemerintah, termasuk mitra pembangunan dan organisasi pemuda. Hasil FGD tersebut menunjukkan ada karakter tertentu yang diharapkan dapat dimiliki oleh pemuda masa depan, yaitu memiliki kapasitas kognitif dan psikologis, sehat fisik dan mental, dan produktif sehingga mampu berkontribusi dalam pembangunan di masa depan.  

“Ketika Indonesia menyongsong satu abad kemerdekaannya pada 2045, pemuda Indonesia yang ada saat ini, bahkan mereka yang belum lahir atau saat ini masih bersekolah, akan memainkan peran-peran krusial dalam mewujudkan visi Indonesia menjadi negara maju dan salah satu kekuatan ekonomi dunia,” tegas Rika Kumala Dewi, peneliti senior SMERU yang saat ini memimpin dua kajian pendahuluan yang akan digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan bidang pemuda tersebut. 

 

Lemahnya Lingkungan Pendukung Menyulitkan Pemuda Melewati Quarter-Life Crisis 

Saat baru memasuki usia dewasa, pemuda sering kali menghadapi tekanan untuk mengambil keputusan penting terkait karier, hubungan sosial, dan tanggung jawab lainnya. Masa-masa ini biasanya terjadi pada usia 20–30 tahun dan disebut quarter-life crisis. Diana Setiyawati, Direktur Center for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, menjelaskan, “Periode ini terjadi ketika seseorang mencoba menjalankan peran sebagai orang dewasa, tetapi mengalami kesulitan yang mengakibatkan perasaan tidak berdaya.”  

Walaupun setiap pemuda dapat menentukan jalan hidupnya sendiri, namun, lingkungan sekitar mempunyai peran krusial untuk membantu mereka mengembangkan potensi diri, mengambil pilihan hidup yang tepat, dan berdaya bagi masyarakat sekitar maupun negaranya. Tanpa lingkungan pendukung yang memadai, quarter-life crisis dapat menimbulkan ancaman yang cukup besar bagi kesejahteraan fisik dan mental generasi muda. 

Kajian SMERU menemukan, persoalan yang dialami pemuda pada awal masa dewasanya itu juga dapat dipengaruhi oleh lemahnya ketersediaan lingkungan pendukung. “Keluarga, teman, lingkungan sekolah maupun kerja yang masih memberikan tindakan atau stigma negatif pada pemuda. Sementara, regulator belum sepenuhnya peka dalam menghapus hambatan kebijakan yang ada. Alhasil, pemuda kian 'tercampak' dalam labirin krisis yang dihadapinya,” terang Rika. 

 

Maksimalkan Potensi, Modal Pemuda Sukses Lewati Quarter-Life Crisis 

Diana mengatakan, transisi perkembangan kehidupan akan selalu terjadi, dan cenderung selalu membawa krisis. Begitu juga dengan quarter-life crisis; kalau periode ini bisa dilewati dengan selamat/baik, maka bisa jadi jembatan menuju sukses. Namun, kalau yang terjadi sebaliknya, bisa timbul dampak yang tidak diinginkan, seperti misalnya “tersesat di jalan” dalam menjalani profesi yang tidak sesuai dengan keinginan. 

Diana mengatakan, keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat berperan dalam membentuk generasi penerus yang tangguh dan memiliki kesehatan mental yang optimal. “Pada tahapan mencari pekerjaan dan membangun keluarga—yang merupakan masa quarter-life crisis sering kali muncul—pemerintah memerankan peranan penting. Untuk memastikan individu dapat menghadapi tantangan kehidupan di masa ini, pemerintah dapat memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan dan kondisi pekerjaan yang layak,” ujar dosen di Fakultas Psikologi UGM ini. 

Sementara, Dara Nasution, anak muda yang juga seorang pegiat kebijakan publik, dalam diskusi ini mengatakan dirinya beruntung memiliki orang tua yang tidak memberikan banyak tekanan pada awal masa dewasanya sehingga ia tidak terpuruk ketika melewati quarter-life crisis. “Selain itu, menurut saya, keberadaan mentor juga penting dan dapat membantu pemuda menavigasi kehidupan profesional dan perkembangan individu mereka, yang kadang tidak bisa dilakukan oleh orang tua atau keluarga,” ujar Dara. Senada dengan Diana, Dara juga menekankan pentingnya peran pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi pemuda dalam mengakses kebutuhan dasar seperti udara bersih dan hunian layak yang terjangkau. 

Salah satu organisasi yang memiliki perhatian terhadap pengembangan pemuda adalah Tanoto Foundation, salah satunya melalui program TELADAN, yang membantu pemuda melewati quarter-life crisis melalui serangkaian program pengembangan kepemimpinan sehingga mereka dapat menemukan diri dan interaksinya dengan lingkungan sosial. “Program TELADAN dirancang dengan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dunia kerja. Melalui riset mendalam, terbentuklah Kamus Kompetensi yang menjadi landasan dalam program pengembangan kepemimpinan. Dengan semangat continuous improvement, penyesuaian terus terjadi seiring perkembangan zaman dan karakterisitik pemuda yang dinamis,” jelas Leonita Dwi Agustin, Leadership Development and Scholarship, Tanoto Foundation. 

Diana pun menekankan pentingnya pemuda menguasai kemampuan mengenali diri sendiri. Tak hanya itu, menurut Diana, pemuda Indonesia tak hanya harus tangguh, tapi juga harus mempunyai visi dan goals yang jelas dalam hidupnya. “Khususnya demi mewujudkan Generasi Emas 2045, pemuda tidak cukup hanya mengejar memiliki pendapatan yang cukup. Pemuda juga harus bermanfaat bagi masyarakat dan punya legacy,” terang Diana. Kemampuan yang tak kalah penting untuk bisa mewujudkan hal itu adalah leadership. “Karena di tengah perjalanan hidup, manusia akan menemui banyak godaan. Kalau punya mental yang kuat, leadership yang bagus, dan sikap goal-directed resistence, maka pemuda tidak akan mudah tergoyahkan dari tujuan yang ingin dicapainya,” tambah Diana.   

 

Simak rekaman acara Forum Kajian Pembangunan (FKP) 2023 – Seri 2 “Quarter-Life Crisis: How to Thrive, Not Just Survive” dan unduh presentasi peneliti SMERU di https://smeru.or.id/id/event-id/fkp2023seri2.  

 

Bagikan laman ini

Penulis

Editor dan Penerjemah
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.