Mengoptimalkan Potensi UKM: Pemetaan Kendala dan Dukungan yang Diperlukan

27 Juni 2023

Program dukungan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia selama ini lebih banyak diterima oleh usaha mikro. Belum ada kebijakan afirmasi yang diberikan kepada usaha kecil dan menengah (UKM), yang sebenarnya juga dapat berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu penyebab kurangnya perhatian ini adalah masih minimnya informasi mengenai kondisi UKM saat ini. 

SMERU, dengan dukungan Tokopedia, melakukan studi singkat untuk mempelajari kondisi UKM secara lebih komprehensif. Harapannya, temuan studi ini, yang meliputi kendala, tantangan, strategi, dan dukungan yang diperlukan kelompok UKM, dapat menjadi basis penyusunan program maupun kebijakan yang dapat mendukung pengembangan UKM yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Temuan awal studi ini disampaikan dalam seminar FKP 2023 – Seri 4 “Bangkit dan Berjuang: Potret Kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia” pada 27 Juni 2023 di Tokopedia Tower.  

 


SMERU dan Tokopedia berkolaborasi dalam penyelenggaraan FKP 2023 – Seri 4 “Bangkit dan Berjuang: Potret Kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia” untuk mendiskusikan kendala yang dihadapi UKM dan dukungan yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha.

 

Dukungan Seperti Apa yang Dibutuhkan UKM? 

UMKM di Indonesia berkontribusi hingga 60,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dari sekitar 64 juta UMKM yang ada, sekitar 98,7% adalah usaha mikro, sedangkan sisanya usaha kecil dan menengah (UKM).1 Meski jumlah UKM sangat kecil, namun, kontribusinya terhadap PDB Indonesia cukup signifikan, yakni 9,5% (usaha kecil) dan 13,6% (usaha menengah) pada 2019. Kelompok UKM juga berpotensi menyerap tenaga kerja yang lebih banyak mengingat skala usaha yang lebih besar. Senada dengan itu, Kepala Bidang Investasi UKM, Kementerian Koperasi dan UKM, Rossa Novitasari, mengatakan, berdasarkan studi Bank Dunia, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi perlu banyak pekerjaan dan usaha skala menengah, yaitu yang adaptif terhadap teknologi, memiliki tata kelola bisnis yang baik, menyerap banyak tenaga kerja, dan mampu bertahan. Maka itu, penting untuk mengetahui seperti apa kendala, tantangan, strategi, maupun dukungan bagi UKM, yang bisa jadi sangat berbeda dengan kelompok usaha skala mikro.   

 

Studi SMERU menemukan ketidaksesuaian antara kebutuhan UKM dengan dukungan yang tersedia. Peneliti SMERU yang memimpin studi tersebut, Wandira Larasati, menjelaskan berbagai hambatan yang dihadapi pelaku UKM:  

  • Sulit menyesuaikan kapasitas pelaku usaha dengan skala usaha yang semakin besar 
  • Ketersediaan pekerja yang direkrut belum mampu memenuhi kebutuhan manajemen perusahaan​ 
  • Pengetahuan mengenai regulasi, misalnya terkait pajak, perizinan, aturan eskpor belum tersosialisasikan dengan baik 
  • Pelayanan publik untuk perizinan atau sertifikasi produk tidak terstandar, berbelit-belit, dan lama 
  • Kurangnya fasilitasi untuk mengoptimalkan akses ke pasar dalam negeri maupun mempromosikan produk ke pasar global​  
  • Sulit mengejar tren pemasaran melalui kanal digital yang perkembangannya cepat dan pesat  
  • Biaya mendatangkan bahan baku dari luar pulau tempat usaha tinggi, dan layanan logistik yang tersedia belum banyak 

Rossa menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk membuat ekosistem yang kondusif bagi UMKM, di antaranya kemudahan pembiayaan bagi UMKM dari Kredit Usaha Rakyat, atau alternatifnya securities crowd funding, sukuk, dan saham. “Selain itu, sesuai arahan Presiden RI, sebanyak 30% pembiayaan bagi UMKM harus tercapai di 2024. Kami juga melakukan pendampingan SDM berbasis komoditas dan mendorong UKM untuk masuk ke ekosistem digital,” terang Rossa. Pemerintah juga membuat kebijakan yang mewajibkan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk belanja produk UMKM minimal 40% dari anggarannya. 

Temuan awal studi SMERU menunjukkan alasan program-program pemerintah belum mampu mendukung UKM secara optimal:  

  • Sebagian besar program UMKM dari pemerintah berfokus pada usaha mikro 
  • Materi dan mekanisme pelatihan kurang relevan dan bermanfaat bagi pelaku UKM 
  • UKM dengan jenis produk dan skala usaha berbeda memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda, namun program yang disusun makroskopis dan seragam  
  • Sosialisasi atas program yang ada kurang masif dan transparan serta cakupannya belum luas​ 

Sementara, dukungan yang diperlukan UKM adalah sebagai berikut: 

  • Mentoring/coaching: fasilitasi program mentoring/coaching sesuai kendala UKM 
  • Perluasan pasar: optimalisasi penjangkauan pasar dalam negeri dan luar negeri  
  • Tenaga kerja berkualitas: perbaikan kualitas pendidikan vokasi agar SDM yang terlibat dalam UKM berdaya saing tinggi  
  • Infrastruktur: penguatan infrastruktur pendukung digitalisasi dan logistik 
  • Perizinan: kejelasan mekanisme dan prosedur perizinan atau sertifikasi terutama untuk kegiatan ekspor 

 

Bagaimana Mendorong Usaha Mikro Naik Kelas 

Salah satu cara meningkatkan jumlah UKM adalah dengan mendorong usaha mikro naik kelas. Menurut Wandira, ada tiga momentum yang dapat mendorong usaha mikro naik kelas, yaitu pandemi COVID-19, social media booming, dan e-commerce booming. Namun, keberadaan momentum tidak serta merta dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk naik kelas. Studi SMERU menemukan sejumlah faktor yang menyebabkan usaha mikro sulit naik kelas menjadi UKM:  

  • Skema pembiayaan: penjelasan risiko dan keuntungan minim 
  • Izin/sertifikasi: sertifikasi BPOM sulit terpenuhi untuk produk makanan, minuman (herbal), dan kosmetik 
  • Tren pemasaran digital: pemasaran digital melalui aplikasi sulit dikejar karena perkembangannya pesat 
  • Motivasi: Keinginan kuat untuk naik kelas belum ada dan memilih zona nyaman, enggan mengelola pekerja lebih banyak  

"Dukungan utama yang dibutuhkan usaha mikro untuk naik kelas adalah pendampingan berkelanjutan sesuai level usaha, akses terhadap informasi pengembangan usaha, dan perluasan akses pasar dan pemanfaatan teknologi digital,” tambah Wandira. 

Dalam seminar ini, seorang pelaku UKM, Indah Agustin, mengakui bahwa untuk naik kelas dari usaha mikro ke UKM, ia perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang manajemen usaha, yang meliputi aspek produksi, distribusi, pemasaran, pembiayaan, perpajakan, manajerial, serta pendampingan psikologis agar usahanya dapat sustainable. Sementara, Senior Vice President of Tokopedia Marketing Solutions, Alfredo Setiabudi, mengatakan, sejalan dengan riset SMERU, aspek pemasaran menjadi sangat penting untuk para pelaku UMKM dalam meningkatkan penjualan dan mengembangkan bisnisnya. “Karenanya, perlu strategi yang pas untuk menargetkan orang yang tepat, di waktu yang tepat dengan produk dan penawaran yang tepat. Untuk membantu UMKM dari segi pemasaran, Tokopedia menghadirkan solusi pemasaran menyeluruh yaitu Tokopedia Marketing Solutions. Kami berharap melalui berbagai kolaborasi, inovasi dan dukungan dari para mitra strategis, pelaku usaha di Indonesia termasuk kecil dan menengah, bisa menemukan momentum untuk makin meraja di negeri sendiri dengan memanfaatkan teknologi,” tutup Alfredo. 

 

Simak rekaman acara Forum Kajian Pembangunan (FKP) 2023 – Seri 4 “Bangkit dan Berjuang: Potret Kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia” dan unduh presentasi peneliti SMERU di https://smeru.or.id/id/event-id/fkp2023seri4.   

 

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2018–2019

Bagikan laman ini

Penulis

Editor dan Penerjemah
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.