Tanggapan SMERU terhadap Pemberian BLT kepada Kelompok Masyarakat paling terdampak Pandemi COVID-19

6 April 2020

Pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat paling terdampak pandemi COVID-19: masyarakat miskin, pekerja informal, dan pelaku usaha transportasi daring. Bagaimana mekanisme pendataan penerima dan penyaluran bantuan? Berikut rekomendasi SMERU.

Dalam konteks pandemi COVID-19, BLT diberikan kepada masyarakat miskin untuk mempertahankan daya beli dan kepada kelompok pelaku usaha untuk kelangsungan usaha dan meminimalkan dampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan mempertimbangkan beragamnya karakteristik warga miskin dan rentan di Indonesia, pemerintah tidak bisa menerapkan satu mekanisme penetapan sasaran dan penyaluran BLT.

Oleh karena itu, SMERU merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan untuk pendataan penerima yang disesuaikan dengan kebutuhan prioritas saat ini, yaitu:

Perlu disiapkan berbagai mekanisme pendataan calon penerima dan penyaluran dana BLT untuk memberikan kemudahan dalam mengakses bantuan serta menghindari terbentuknya kerumunan orang.

Data calon penerima dapat diperoleh dari 3 sumber

  • Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial untuk 40% kelompok masyarakat termiskin terbawah
  • Data dari penyedia transportasi daring untuk mitranya (Gojek Indonesia dan Grab Indonesia)
  • Registrasi mandiri untuk pelaku usaha informal

  
Khusus untuk registrasi mandiri, pemerintah perlu bekerja sama dengan beberapa penyedia jasa telekomunikasi, seperti Telkom Indonesia, Indosat Ooredoo, XL Axiata Indonesia, Smartfren dan Tri Indonesia untuk menyebarkan SMS notifikasi program BLT.

SMS notifikasi berisi informasi tentang program, kriteria penerima BLT, dan proses registrasi untuk menerima bantuan dengan beberapa saluran: aplikasi, SMS, atau datang ke tempat yang telah ditentukan (bagi yang tidak mempunyai akses telekomunikasi). Pemerintah perlu menyiapkan mekanisme verifikasi agar pendataan calon penerima dengan 3 sumber data tersebut tidak tumpang tindih.

verifikasi melalui nomor induk kependudukan (NIK) pada kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) yang dicocokkan dengan data registrasi SIM card yang sudah ada. Verifikasi melalui NIK pada KTP dan KK juga dapat dipakai untuk memberikan BLT kepada warga miskin dan rentan di mana pun mereka berada.

Sama halnya dengan mekanisme pendataan penerima, pemerintah juga perlu menyiapkan opsi mekanisme penyaluran bantuan berdasarkan karateristik masyarakat penerima yang beragam.

Mekanisme penyaluran bantuan dibedakan antara kelompok perkotaan dan perdesaan. Untuk kelompok perkotaan yang lebih heterogen dengan literasi digital yang lebih tinggi, pemerintah dapat bekerja sama dengan fintech (LinkAja, Dana Wallet Indonesia, Gopay Indonesia, OVO) dan minimarket (alfamidi, alfamart, dan indomaret). Penyaluran dana di perkotaan mengharuskan penerima bantuan untuk mengunduh aplikasi fintech. Data digital dalam aplikasi ini dapat digunakan untuk program pemerintah lainnya dalam rangka mendukung inklusi keuangan dan pencapaian berbagai tujuan SDG.

Untuk kelompok perdesaan, mekanisme penyaluran dana secara konvensional lebih tepat mengingat karakter masyarakat yang lebih homogen dengan literasi digital yang relatif lebih rendah serta infrastruktur yang terbatas. Penyaluran BLT dapat dilakukan melalui transfer bank atau Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (LakuPandai) yang merupakan program dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Bantuan juga bisa disalurkan melalui layanan keuangan digital (LDK) atau berupa uang elektronik yang dapat diterima melalui telepon seluler dan diambil secara tunai di agen yang ditunjuk oleh bank pelaksana.

Sebagai penutup, kejadian pandemi COVID-19 bisa menjadi titik awal bagi Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah untuk lebih serius melakukan pemutakhiran data, terutama data penerima perlindungan sosial. Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo "Data adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil". Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta terkait penyediaan data diperlukan agar penanganan dampak pandemi bisa lebih cepat. Basis data ini dapat digunakan oleh, misalnya, Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Bagikan laman ini

Penulis

Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.