Menandai dimulainya inisiatif terkait penggalakan pertumbuhan ekonomi hijau pada ruang lingkup nasional, Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengintegrasikan pembangunan rendah karbon ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. Konsekuensinya, target-target pembangunan sektor tertentu dalam RPJMN harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Sebagian dari sektor-sektor tersebut mencakup kehutanan dan lahan gambut, pertanian, wilayah pesisir dan laut, energi, transportasi, pengelolaan limbah, dan ketahanan iklim.
Akan tetapi, inisiatif ini menghadapi tantangan besar seiring merebaknya pandemi penyakit koronavirus 2019 (COVID-19) yang menghantam perekonomian dunia. Banyak pemerintahan di dunia, tak terkecuali Indonesia, kini lebih memfokuskan programnya pada pengendalian penyebaran virus ini dan pengelolaan negara agar pulih dari kemerosotan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi. Meski dimaksudkan untuk tujuan baik, strategi yang diambil–khususnya yang mengesampingkan porsi anggaran yang semula dialokasikan untuk proyek-proyek rendah karbon jangka panjang–menghadirkan beberapa risiko bagi pembangunan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
Di sisi lain, pertarungan Indonesia melawan virus korona saat ini dapat dipandang sebagai peluang untuk membangun kembali ekonomi Indonesia yang lebih hijau. Setelah krisis ini, gelombang upaya pemulihan ekonomi seharusnya mampu membangun resiliensi masyarakat yang lebih tangguh dan stimulus fiskal yang lebih inklusif. Paket stimulus komprehensif yang memungkinkan peralihan “bisnis seperti biasa” beremisi tinggi ke ekonomi rendah karbon yang lebih maju merupakan kunci untuk penanggulangan krisis akibat pandemi penyakit koronavirus 2019 dan penyusunan rencana aksi yang lebih kuat.
Untuk mengembangkan paket stimulus seperti itu, perlu dikaji kebijakan-kebijakan yang kini ada dan telah menggalakkan pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.
- Mengidentifikasi kondisi terkini paket stimulus yang mendukung pembangunan rendah karbon
- Mengidentikasi apa yang perlu dilakukan untuk mencapai target-target nasional maupun komitmen global
Kami akan mengkaji kebijakan penganggaran mengenai pembangunan rendah karbon tiap kementerian/lembaga terkait (termasuk–tetapi tidak terbatas pada–Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) pada periode 2018, 2019, dan 2020 guna mengidentifikasi anggaran yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan rendah karbon.
Kami juga akan mengkaji peraturan dan kebijakan nonanggaran yang ada dari kementerian-kementerian terkait yang ditujukan bagi–atau memengaruhi insentif untuk–pelaku usaha dalam menerapkan praktik pembangunan rendah karbon. Hal ini mencakup kerangka pembiayaan berkelanjutan.