Laporan studi verifikasi lapangan ini merupakan salah satu bagian dari studi Peta Kemiskinan dan Penghidupan Indonesia. Studi ini bertujuan untuk membuat estimasi angka kemiskinan di wilayah kecil, hingga tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, serta menyusun peta kemiskinan dan penghidupan masyarakat. Estimasi angka kemiskinan dibuat untuk seluruh Indonesia berdasarkan pendekatan pengeluaran rumah tangga dengan menggunakan data-data dari Survey Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2010, Potensi Desa (PODES) 2011, dan Sensus Penduduk (SP) 2010.
Studi verifikasi lapangan peta kemiskinan Indonesia 2010 ini dilakukan untuk mengetahui apakah estimasi kemiskinan yang telah dilakukan sesuai dengan kondisi kemiskinan masyarakat sebenarnya. Studi ini dilakukan di tiga provinsi (Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Bangka Belitung) dan dilaksanakan pada tiga kabupaten/kota di setiap provinsi sebagai sampel (Kota Parepare, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Bangka Barat). Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa untuk mengetahui gambaran kondisi kemiskinan di masing-masing wilayah. Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan aparat pemerintah, tokoh masyarakat dan penduduk desa/kelurahan untuk memperkaya informasi kondisi kemiskinan masyarakat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan rank correlation dan pairwaise correlation sebagai alat untuk mengetahui kesesuian antara hasil estimasi kemiskinan dengang hasil FGD dan wawancara.
Secara rata-rata, lebih dari 55% ranking antardaerah berdasarkan estimasi kemiskinan 2010 sesuai dengan hasil FGD untuk kondisi tahun 2010 dan 2013. Tingkat kesesuaian ranking 2010 lebih baik dari pada tahun 2013. Di Kabupaten yang sama, kecamatan yang memiliki nilai relative standard error (RSE) yang tinggi memiliki rank correlation dan tingkat kesesuaian (match) yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kecamatan yang memiliki RSE rendah. Perbandingan antara kondisi kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional (GKN) dengan garis kemiskinan $2 Purchasing Power Parity (PPP) pada 2010 dan 2013 memperlihatkan bahwa persepsi masyarakat terhadap proporsi penduduk miskin berdasarkan standar lokal lebih mendekati angka proporsi penduduk di bawah $2PPP daripada proporsi penduduk di bawah GKN. Oleh karena itu, estimasi angka kemiskinan 2010 di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan ini perlu digunakan dengan kehati-hatian, dengan memperhatikan nilai RSE, perubahan kondisi saat ini dibandingkan dengan kondisi 2010 dan karakteristik lokal yang ada.