Menuju Perekonomian Digital yang Lebih Inklusif: Tinjauan Kebijakan

Latar Belakang 

Pertumbuhan ekonomi digital telah membentangkan jalan pembangunan global, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, Indonesia telah diprediksi akan menjadi pusat ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2025. Situasi ini telah membangkitkan antusiasme banyak pihak, terlebih sejak meluasnya layanan digital, terutama di bidang perdagangan elektronik, yang membantu menghubungkan lebih banyak produsen ke lebih banyak konsumen dan meningkatkan peluang kerja. Tak mau ketinggalan, pemerintah juga mengandaikan penggunaan e-government, smart city, dan e-tax untuk meningkatkan layanan publik.

Akan tetapi, banyak analis berpendapat bahwa kontribusi ekonomi baru ini terhadap PDB masih rendah, sembari mengakui bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan infrastruktur fisik dan nonfisik (yakni adaptabilitas peraturan). Kini kian jelas terlihat betapa perkembangan baru ini telah mendisrupsi peraturan-peraturan formal yang selama ini dikenal kaku. Kakunya peraturan-peraturan ini sendiri sebetulnya berpotensi mematikan inovasi. 

Inisiatif SMERU untuk menghadirkan bukti berbasis penelitian dalam wacana kebijakan ini juga didorong oleh komunikasi langsung dengan beberapa perusahaan perdagangan elektronik, yang mendekati SMERU agar melakukan studi yang mengukur dampak sosial dari kegiatan usaha mereka serta interaksi dengan sejumlah perusahaan rintisan. Setidaknya dua pelajaran dapat dipetik: (1) kesiapan dan adaptabilitas kebijakan, bidang yang banyak aspeknya masih perlu diatur, diatur secara berlebihan atau justru kurang cukup diatur; dan (2) keinklusifan ekonomi baru ini: makin melebarnya kesenjangan digital versus penjangkauan kelompok yang  terpinggirkan. Mengingat sebagian besar penelitian berfokus pada pertumbuhan ekonomi digital, SMERU dapat mengisi kekosongan dua bidang tersebut di atas. 

Tujuan 
  1. Memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan nasional yang lebih inklusif
  2. Meningkatkan keterlibatan SMERU dengan sektor usaha dan penyandang dana lain untuk kolaborasi penelitian berikutnya pada 2021.
Metodologi 

Di tahun pertama, studi ini akan melakukan tinjauan pustaka dan mengumpulkan data sekunder untuk mengembangkan kerangka analisis. Setelah itu, diselenggarakan wawancara mendalam dengan sekitar 30 informan dari beberapa perusahaan dan sejumlah lembaga dan kementerian terkait. Kemudian, studi ini akan menggelar dua diskusi kelompok terfokus bersama sekitar 15 narasumber (badan usaha dan pembuat kebijakan terkait) sebelum melakukan tinjauan kebijakan secara komprehensif. Berdasarkan temuan studi, rekomendasi-rekomendasi kebijakan akan dibuat dan isu apa saja yang perlu dikaji lebih jauh akan ditentukan. Di akhir tahun pertama, acara sosialisasi setengah hari yang akan mengundang 100 peserta dan lima narasumber kompeten akan digelar di Jakarta. Di tahun-tahun berikutnya, temuan ini akan dikonfirmasi ulang dan rekomendasi-rekomendasi kebijakan akan dikembangkan.

Mengingat analisis yang akan dilakukan mengharuskan digunakannya big data, tim peneliti akan dibekali dengan keterampilan yang dibutuhkan melalui pelatihan pengembangan keterampilan ilmu data, penggalian data, dan analisis big data. Pelatihan ini akan diikuti oleh sekitar 50 orang peneliti dan diadakan dalam bentuk pelatihan internal dengan mengundang pelatih yang kompeten di bidangnya.

 

Bagikan laman ini

Status 
Selesai
Tahun Penyelesaian 
2021
Pemberi Dana Proyek 
Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT)
Mitra Pengelola 
Knowledge Sector Initiative
Jenis Jasa
Wilayah Studi