.
Artikel ini dimuat ulang dari situs web Knowledge Sector Initiative.
.
Oktober 2014, ada yang tidak biasa pada Nila Warda, akrab dipanggil Lala dan anggota tim survei SMERU. Berkunjung ke perdesaan di Timor Tengah Selatan, langkah mereka tampak lebih ringan dari biasanya. Alih-alih berbekal ransel besar berisi tumpukan kertas kuesioner, masing-masing anggota tim masuk ke rumah-rumah warga berbekal satu buah tablet pintar saja. Itulah saat pertama kali SMERU secara resmi menggunakan metode pengambilan data primer yang dibantu dengan tablet pintar, atau lazim disebut Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI).
****
Setahun sebelumnya, SMERU baru saja menyelesaikan studi Absensi Guru (teacher absenteeism). Dengan jumlah responden kira-kira 8000 murid dari 900 sekolah, survei menyisakan tumpukan berkas kuesioner kertas yang menggunung di sudut-sudut kantor SMERU. Proses menyalin (entry) dan membersihkan (cleaning) data pun memakan waktu lama. Banyaknya sumber daya yang harus dikeluarkan untuk riset dengan skala besar cukup menjadi perhatian tim peneliti SMERU. Di sisi lain, sebagai lembaga penelitian, SMERU dituntut untuk mengembangkan kapasitasnya sehingga mampu menghasilkan impak penelitian yang lebih besar. Pemikiran inilah yang kira-kira melatarbelakangi penggunaan CAPI di lingkungan SMERU.
Penggunaan CAPI berawal dari ide Asep Suryahadi, Direktur Lembaga Penelitian SMERU, pada rapat staf di pertengahan Juni 2014. Saat itu Asep mengusulkan penggunaan kuesioner digital dalam bentuk tablet untuk mengatasi masalah klasik yang kerap terjadi dalam penelitian berskala besar. Ide tersebut muncul berkaca pada pengalaman beberapa lembaga penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan SurveyMETER yang mulai menggunakan CAPI sebagai pendekatan utama dalam mengoleksi data.
Meski menarik, ide Asep tak serta merta diterima. Beberapa orang menganggap penggunaan tablet tidak etis: melakukan wawancara ke rumah tangga miskin yang biasanya menjadi responden utama studi-studi SMERU dengan menggunakan gadget yang notabene berharga mahal.
Tapi kebanyakan staf setuju untuk segera mengimplementasikan CAPI. Dalam pandangan mereka CAPI mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, alokasi biaya dan tenaga untuk menyalin data dalam bentuk digital dari kuesioner kertas otomatis hilang. Kedua, proses kontrol terhadap hasil survei bisa dilakukan pada hari yang sama ketika survei dilakukan. Ketiga, CAPI mendorong kenyamanan staf SMERU di kantor yang seringkali terpaksa harus disulap menjadi gudang penyimpanan kuesioner kertas paska studi. Mayoritas staf SMERU lalu sepakat bahwa keunggulan yang ditawarkan metode baru ini lebih banyak dibandingkan dengan potensi resiko yang muncul. Maka diputuskan SMERU akan menggunakan CAPI untuk pertama kalinya dalam studi penghidupan perempuan miskin di bawah program Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU).
****
Sebelum studi dilakukan, pada Juli 2014 Rahmitha, pimpinan proyek studi MAMPU melakukan studi banding ke beberapa lembaga dan key informant seperti BPS dan Firman Witoelar dari SurveyMETER yang telah menerapkan CAPI dalam proses data collecting mereka. Studi banding ini mengajarkan kepada tim SMERU bahwa penggunaan CAPI memerlukan pengetahuan teknis seperti penguasaan program CSPro [1] khusus untuk digunakan sebagai aplikasi android di tablet. Meskipun sempat ada keraguan, tim SMERU memulai proses pengembangan sistem CAPI yang disesuaikan dengan kebutuhan studi. Beberapa staf SMERU seperti Lala dan Hafiz Arfyanto ditugaskan mempelajari fitur-fitur CSPro khusus untuk pembuatan kuesioner digital dalam waktu relatif singkat. Dengan segala sumber daya yang ada, termasuk mempelajari seluk beluk CAPI melalui media online, dalam tiga bulan tim mampu membuat sistem CAPI yang siap untuk diujicobakan di lapangan.
Pada September 2014 SMERU melakukan studi ujicoba di Kabupaten Bandung, Jawa Barat menggunakan tablet. Saat itu posisi enumerator diisi oleh staf peneliti kuantitatif SMERU. Hasil ujicoba tidak bisa dikatakan memuaskan. Banyak masalah teknis bermunculan dan proses adaptasi enumerator dan perangkat tablet yang digunakan belum sempurna. Namun kekhawatiran bahwa kedatangan tim survei akan mendapat respon negatif dari rumah tangga miskin tidak terbukti. Sepulang studi, tim juga masih menemukan beberapa kejanggalan dalam data yang dikumpulkan. Hal ini lagi-lagi terkait beberapa kesalahan teknis saat menggunakan tablet. Beranjak dari hasil tersebut tim SMERU tetap optimis untuk menggunakan CAPI melihat potensi positif yang dirasakan terlepas problematika teknis yang masih harus diperbaiki.
Beberapa bulan mengembangkan sistem dan mempelajari kembali CSPro, tim SMERU akhirnya melakukan survei perdana menggunakan CAPI di bawah studi MAMPU di bulan Oktober 2014. Berbekal 24 tablet android, tim enumerator lokal dan koordinator wilayah dari SMERU melakukan survei ke Pangkajene Kepulauan dan Timor Tengah Selatan. Sebelum terjun ke medan survei, enumerator mendapatkan pelatihan intensif selama 3 hari untuk menguasai tablet dan kuesioner. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah proses adaptasi tiap enumerator berbeda-beda. Secara umum, survei cukup berhasil meskipun masih ada beberapa kekurangan. Contohnya ketika sistem aplikasi di tablet mengalami system error, enumerator mudah grogi karena belum adanya prosedur yang harus dilakukan apabila ada masalah teknis pada tablet. November 2014 tim mengunjungi daerah studi lainnya, yaitu Deli Serdang, Cilacap dan Kubu Raya. Hasilnya cukup baik, survei berjalan lancar.
Tiba saatnya mengetahui apakah data yang diperoleh punya kualitas lebih baik. Sepulang di Jakarta, pembersihan data pun dilakukan. Dibutuhkan waktu relatif cepat, sekitar 4 sampai 5 bulan, untuk melakukan pembersihan data dari kurang lebih 1500 rumah tangga. Sebagai ilustrasi pembanding, studi anak-anak buruh migran (children left behind-CLB) yang menggunakan kuesioner kertas memerlukan proses data cleaning yang relatif sama padahal jumlah respondennya hanya kira-kira 400 rumah tangga. Belum lagi menghitung penghematan waktu akibat tidak diperlukannya proses data entry. Tidak terjadi lagi proses kunjungan kembali (revisit) ke responden setelah tim kembali ke Jakarta. Revisiting responden biasanya dilakukan karena adanya dugaan enumerator mengisi kuesioner bukan berdasarkan informasi dari responden. CAPI memungkinkan inkonsistensi antar pertanyaan dalam kuesioner lebih mudah terdeteksi.
****
Penggunaan CAPI terus dilanjutkan pada studi-studi selanjutnya, seperti studi air bersih (IUWASH) di Bogor dan studi MAMPU gelombang kedua. Studi baru memunculkan tantangan baru dan ruang untuk memperbaiki sistem CAPI yang sudah dikembangkan sebelumnya. Hafiz adalah salah satu staf SMERU yang sangat berperan mengembangkan sistem ini. Tidak sedikit Hafiz menginvestasikan waktunya untuk mempelajari dan memperbarui pemahaman tentang program CSPro. Hasilnya, dalam studi gelombang kedua MAMPU yang dipimpin Niken Kusumawardhani, waktu pembersihan data terbilang sangat cepat, hanya memakan waktu 3-4 bulan saja. Menurut Niken, "CAPI juga meminimalkan human error dari sisi enumerator. Pendekatan ini sangat bermanfaat, terlebih pada survei longitudinal bervolume besar", ujar Niken.
Penggunaan tablet terus berkembang. Salah satu contoh pemanfaatan tablet diluar pengganti kuesioner kertas adalah sebagai alat rekam dan GPS locator dalam studi PKH yang dipimpin Rika Kumala Dewi. Berbeda dengan studi MAMPU, studi PKH merupakan studi kualitatif sehingga tidak begitu bergantung pada kuesioner. Fitur ini juga sangat berguna pada studi MAMPU, terutama untuk melacak lokasi rumah responden pada gelombang survei berikutnya. Dengan tablet, hal ini sangat mudah dilakukan dan cenderung murah karena tidak diperlukan investasi perangkat keras tambahan.
Proses pengambilan data yang lebih cepat, tidak adanya lagi proses data entry dan pembersihan data yang lebih mudah berdampak positif pada kualitas laporan dan kepuasan pemberi donor studi.
Dampak positif juga dirasakan enumerator lokal. Firman Silalahi, salah satu enumerator lokal untuk studi MAMPU di Deli Serdang, mengatakan sistem ini memang awalnya sulit karena belum terbiasamenggunakan tablet dalam survei, tetapi setelah melalui penyesuaian dampaknya sangat positif. Firman membandingkan keterlibatannya pada studi absensi guru dan MAMPU di mana pada pengalaman pertama dia menggunakan kuesioner kertas dan di pengalaman kedua menggunakan tablet. Menurut Firman, “Apabila kita sudah menguasai penggunaan tablet, maka interaksi dengan responden akan tetap terjaga. Saat kita menggunakan tablet, responden cenderung lebih semangat dan serius menjawabnya”. Firman juga merasa enumerator dimudahkan dengan adanya fitur-fitur dalam CAPI yang bisa mengingatkan mereka apabila ada isian kuesioner yang memberikan informasi bertentangan dengan informasi sebelumnya.
Selain kegunaan praktis sebagaimana diuraikan di atas, sistem CAPI memunculkan peluang bagi SMERU untuk melakukan studi kuantitatif longitudinal[2] di level rumah tangga, sebuah studi pertama dalam sejarah SMERU. Sebelumnya studi longitudinal cenderung sulit dilakukan karena membutuhkan pengelolaan data yang rumit dan membutuhkan GPS locator untuk melacak kembali posisi rumah responden. Digitalisasi pada proses manajemen data memudahkan hal ini terjadi. Studi MAMPU sendiri mampu mengunjungi kembali 94 persen responden. Keberhasilan melakukan studi longitudinal dalam skala besar merupakan pencapaian tersendiri bagi SMERU. Hanya sedikit lembaga penelitian di Indonesia yang mampu melakukan studi longitudinal dengan tingkat kunjungan kembali yang sangat tinggi.
Satu hal penting dari pengalaman SMERU mencoba menggunakan sistem ini adalah dukungan Knowledge Sector Initiatives (KSI). Pembelian tablet hanya bisa terwujud dengan adanya core funding dari KSI.Keleluasaan untuk mengalokasikan dana tersebut menjadi contoh komitmen KSI dalam pengembangan kapasitas penelitian lembaga-lembaga penelitian lokal di Indonesia. Selanjutnya, SMERU dan KSI diharapkan tetap berkomitmen untuk mengembangkan potensi penelitian tidak hanya terbatas pada pengembangan sistem CAPI tetapi juga adaptasi teknologi yang mungkin muncul di masa depan. SMERU antusias berbagi pengalaman ini dengan lembaga-lembaga lain sehingga aktivitas riset di Indonesia semakin berkembang dan mampu menjadi masukan berharga untuk perumusan dan evaluasi kebijakan.
[1] CSPro sendiri bukan software asing bagi peneliti SMERU. Hanya saja selama ini penggunaan aplikasi ini terbatas untuk pembuatan kuesioner kertas. Untuk kuesioner dalam bentuk aplikasi android di tablet diperlukan pengetahuan teknis baru seperti pemahaman logic file dan hal teknis lainnya.
[2] Studi longitudinal ini sangat kuat pengaruhnya bagi pengambilan kebijakan karena mampu melihat dampak suatu kebijakan atau kondisi secara lebih jelas. Hal ini dimungkinkan karena studi longitudinal mengunjungi rumah tangga yang sama di setiap gelombang survei pada satu kurun waktu. Di banyak negara maju, studi longitudinal sangat diandalkan untuk mendapatkaninformasi akurat yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.