Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Kesehatan: Strategi Kebijakan Kesehatan para Capres Belum Mengarah kepada Sistem Kesehatan yang Tangguh dan Inklusif

7 Februari 2024

Tiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Indonesia yang akan menjadi peserta Pemilu 2024 adalah Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (nomor urut 1), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (nomor urut 2), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (nomor urut 3).

Pada 4 Februari, ketiga calon presiden (capres) mengikuti debat kelima yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum. Debat tersebut mengangkat tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. Artikel ini mengulas visi dan misi para paslon pada bidang kesehatan, serta jawaban capres atas pertanyaan bertema kesehatan dalam debat kelima.

 

Ekspektasi SMERU

Pemerintah memprioritaskan pembangunan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif agar dapat berkelanjutan (sustainable)

Pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang berkelanjutan harus memiliki fitur-fitur ketangguhan dan inklusivitas. Konsep sistem kesehatan yang tangguh merujuk pada kemampuan sistem untuk bersiap dan meminimalkan konsekuensi negatif akibat guncangan. Krisis iklim dan mobilitas lintas batas saat ini diprediksi akan mempercepat timbulnya pandemi berikutnya. Namun, suatu sistem tidak dapat menjadi tangguh jika tidak inklusif; lebih-lebih mengingat ketimpangan infrastruktur kesehatan di Indonesia masih tinggi.

Kementerian Kesehatan telah memulai program transformasi untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh melalui enam aspek kesehatan, yaitu sumber daya manusia kesehatan (SDMK), layanan kesehatan primer, sistem rujukan, teknologi kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan tata kelola sistem. Namun, ada tiga tantangan mendasar yang harus diatasi terlebih dulu agar pembangunan sistem kesehatan ini dapat berjalan secara efektif. Pertama, sistem kesehatan terbebani oleh triple buden of disease dan triple burden of malnutrition. Penyakit menular terus menjadi ancaman besar bersama dengan prevalensi penyakit tidak menular (yang meningkat 2–8 percentage point) dan penyakit malanutrisi. Selama satu dekade (2009–2019), angka kematian (mortality rate) rata-rata akibat penyakit tidak menular katastropik (penyakit yang mengancam nyawa dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar serta proses yang lama) meningkat 11%–menjadikan penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian utama di Indonesia. Kedua, distribusi infrastruktur kesehatan di seluruh Indonesia, pada tiga tingkat layanan kesehatan, belum merata. Ketiga, desain kebijakan kesehatan di Indonesia masih didominasi pendekatan biomedis. Paradigma ini menyebabkan kebijakan kesehatan menjadi “terisolasi” dan lebih mengutamakan tindakan kuratif–yang pada akhirnya kian membebani Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Program transformasi kesehatan yang berlangsung saat ini telah menekankan penguatan upaya-upaya promosi dan preventif. Namun, upaya tersebut perlu didukung oleh pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi yang saksama agar dapat berjalan secara efektif di lapangan dan berdampak pada masyarakat.

 

Visi dan Misi Para Paslon

Untuk memahami strategi para paslon dalam mewujudkan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif, kami berfokus pada tiga aspek utama, yakni isu kesehatan prioritas, strategi pembangunan infrastruktur, dan pendekatan dalam merancang kebijakan kesehatan. Ketiga aspek ini berpengaruh langsung terhadap pembangunan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif.
  

Isu Kesehatan Prioritas

Ketiga paslon memprioritaskan penyakit malanutrisi, khususnya stunting, dalam visi dan misi mereka. Paslon 1 dan 3 memasukkan stunting dalam cakupan kesehatan ibu dan anak melalui strategi 1.000 hari pertama kehidupan, sementara strategi Paslon 2 berfokus pada pemenuhan gizi. Kesamaan lainnya adalah penekanan pada kesehatan mental. Paslon 1 mengelaborasi strategi berbasis masyarakat dalam mengatasi kesehatan mental serta untuk memerangi stigma. Sementara, Paslon 2 dan 3 memprioritaskan kemudahan mendapat rujukan ke klinik kesehatan mental dan memperluas ketersediaan klinik-klinik tersebut.

Terkait penyakit menular, Paslon 2 memberi perhatian lebih pada tuberkulosis dengan secara eksplisit menargetkan penghapusan 50% penyakit ini pada 2029. Paslon 3 tidak menyebutkan penyakit menular tertentu, sedangkan Paslon 1 menyebutkan malaria dan tuberkulosis perlu diberi perhatian khusus sebagai bagian dari strategi kesiapsiagaan terhadap pandemi.

Selain itu, tidak ada pembahasan penyakit tidak menular secara strategis. Paslon 1 hanya menyebut penyakit tidak menular sebagai bagian dari upaya regulasi terhadap makanan ultra proses (ultra-processed food).

 

Pembangunan Infrastruktur Kesehatan

Ketiga paslon memprioritaskan pemerataan infrastruktur kesehatan, terutama dalam hal SDMK, fasilitas, dan teknologi kesehatan. Ketiganya juga sepakat akan pentingnya investasi lebih lanjut pada fasilitas layanan kesehatan primer (puskesmas, pustu, dan posyandu) serta membangun lebih banyak rumah sakit di tingkat kabupaten/provinsi.

Kesamaan lainnya, ketiga paslon menyatakan akan memperluas penempatan SDMK untuk memeratakan pemberian pelayanan. Paslon 1 akan mewujudkan tujuan tersebut melalui sejumlah skema, yaitu menawarkan insentif dan jaminan kesejahteraan, menyediakan beasiswa pengembangan kapasitas bagi mahasiswa kedokteran yang tinggal di daerah pesisir dan daerah terpencil, serta memberikan keringanan dalam tugas-tugas administratif. Sementara, Paslon 2 dan 3 akan memberikan insentif untuk penempatan tenaga kesehatan di perdesaan dan daerah terpencil. Dalam debat kelima, paslon 2 juga mengatakan akan memperbanyak sekolah kedokteran untuk pemerataan SDMK.

Paslon 1 dan 2 menawarkan program lain untuk memajukan teknologi kesehatan, yaitu melalui investasi yang diprioritaskan untuk memperluas industri farmasi dan teknologi kesehatan domestik. Paslon 2 secara khusus menyebutkan akan menghapus pajak pada teknologi kesehatan impor yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Paslon 1 dan 2 juga menyebutkan pentingnya vaksin yang aman, mudah diakses, dan terjangkau. Untuk membiayai rencana-rencana ini, Paslon 1 dan 2 berencana mereformasi JKN. Paslon 1 akan berfokus pada pengurangan defisit sebesar 50%, sedangkan Paslon 2 akan menentukan anggaran berdasarkan hasil tinjauan atas pembiayaan saat ini.

 

Pendekatan dalam Merancang Kebijakan Kesehatan

Strategi ketiga paslon dalam mengatasi krisis kesehatan mengandalkan pendekatan biomedis karena berupa respons terhadap suatu penyakit. Contohnya pada penanganan stunting; ketiganya berfokus pada pemenuhan gizi seimbang. Sementara pada isu kesehatan mental, ketiga paslon berfokus pada perluasan ketersediaan klinik dan kemudahan rujukan ke rumah sakit.

Terdapat sedikit pembahasan faktor-faktor determinan sosial kesehatan individu dalam visi dan misi Paslon 1 dan 2. Paslon 1 menyebutkan pentingnya menyediakan ruang publik untuk mendorong gaya hidup aktif serta mengelola penyakit tidak menular melalui regulasi faktor-faktor komersial yang memengaruhi kesehatan (mengatur kadar kandungan garam, gula, dan lemak). Paslon 2 menyebut secara singkat hubungan antara lingkungan yang bersih dengan kesehatan yang baik. Lebih lanjut paslon 2 juga menyebutkan pada debat kelima tentang berolahraga, makan sehat, dan hidup bersih sehat.

 

Tanggapan terhadap Visi dan Misi Para Paslon

Strategi yang diuraikan ketiga paslon belum memadai untuk menciptakan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif

Dalam membangun sistem kesehatan yang tangguh, fungsi utama sistem harus terus berjalan dan sistem juga harus tetap tanggap terhadap kondisi darurat. Maka, di samping memastikan fungsi utama sistem terus berjalan seperti biasa, langkah-langkah berikut juga perlu dilakukan:

  1. Memperluas sistem pemantauan terpadu
  2. Menyediakan bantuan logistik tanggap darurat
  3. Menempatkan SDMK dengan mempertimbangkan kualitas tenaga kesehatan
  4. Memaksimalkan platform kolaborasi lintas sektor yang sudah ada

Namun, upaya membangun fitur-fitur yang responsif terhadap krisis ke dalam sistem kesehatan ini akan sulit dilakukan bila investasi prioritas tidak tepat sasaran.

 

Ketiga paslon belum memprioritaskan penanganan penyumbat sistem terbesar, yaitu penyakit katastropik, yang menyerap sumber daya kesehatan paling banyak untuk jangka waktu yang panjang

Hal ini terlihat dari sedikitnya penyebutan penyakit tidak menular dalam strategi kesehatan mereka. Pada 2018, sebesar 22% dari total pengeluaran digunakan untuk membiayai penyakit jantung iskemik, stroke, dan gagal hati. Sebanyak 10% dari populasi diperkirakan menderita penyakit tidak menular dan tren penyakit ini telah bergeser secara perlahan ke populasi yang lebih muda. Cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan mengoptimalkan bonus demografi tentu akan sulit tercapai jika produktivitas generasi muda terhambat oleh komplikasi Kesehatan.

Kurangnya investasi dalam memprioritaskan pencegahan penyakit katastropik, yang kian membebani sistem yang rapuh, akan membatasi kemampuan sistem untuk menjalankan fungsi daruratnya. Hal ini karena infrastruktur kesehatan dan pembiayaan banyak digunakan untuk merespons kebutuhan penyakit-penyakit tersebut. Dengan prioritas kesehatan saat ini, ambisi ketiga paslon untuk memperluas layanan kesehatan akan sulit diwujudkan. Mengingat status kesehatan penduduk Indonesia saat ini, strategi Paslon 1 yang akan meninjau pembiayaan saat ini adalah langkah awal yang penting untuk memastikan keberlangsungan pendapatan.  Rencana Paslon 2 untuk mengurangi defisit sebesar 50% akan sulit tercapai jika persoalan penyumbat sistem terbesar tidak ditangani.

 

Membangun sistem kesehatan yang tangguh sulit dilakukan tanpa investasi yang memadai pada layanan kesehatan primer, khususnya untuk pencegahan dan deteksi dini serta saluran komunikasi yang lancar dengan pemerintah daerah

Ketiga paslon telah menguraikan strategi mereka untuk memperkuat layanan kesehatan primer, khususnya dalam merevitalisasi fungsi pencegahan dan pemantauan pustu, posyandu, dan puskesmas. Ketiganya menggunakan pendekatan yang berbeda terhadap upaya pencegahan. Paslon 1 berfokus pada pemberdayaan kader kesehatan, Paslon 2 akan menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis untuk deteksi dini, dan Paslon 3 akan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk pemantauan kesehatan dan deteksi dini. Hanya paslon 1 yang menyebutkan mengenai lintas sektoral pada debat kelima tapi 

Pemaparan para paslon kurang lengkap karena tidak memaparkan strategi kolaborasi dengan pemerintah daerah selaku aktor terdepan dalam pembangunan fasilitas kesehatan primer di daerah. Ketiadaan strategi untuk memastikan komunikasi yang lancar antara layanan kesehatan primer di daerah dengan Pemerintah Pusat ini dapat menyulitkan Pemerintah Pusat dalam melakukan pemantauan tingkat populasi serta merespons krisis secara tepat waktu. Terkait hal ini, pemerintah dapat mengoptimalkan digitalisasi data kesehatan untuk mengefisienkan komunikasi data, pemantauan, dan evaluasi. Namun, strategi para paslon terkait digitalisasi kesehatan hanya berfokus pada upaya kuratif (penyediaan telemedisin). Paslon 3 dalam visi dan misinya menyebutkan integrasi data, namun tidak berkaitan dengan strategi pemantauan data kesehatan populasi.

 

Tidak adanya pendekatan one health dalam strategi kesehatan para paslon mengindikasikan kesadaran yang parsial akan konsep sistem kesehatan yang tangguh

Dalam konteks pemantauan, sistem kesehatan yang tangguh tidak hanya mengecek kesehatan tiap-tiap individu, namun juga lingkungan, khususnya kesehatan hewan. Ancaman pandemi yang akan datang diperkirakan bersifat zoonosis (ditularkan dari hewan). Tanpa pengarusutamaan pendekatan one health, sistem kesehatan akan kesulitan dalam memantau, mempersiapkan diri, dan merespons emerging diseases secara tepat karena data kesehatan tidak komprehensif. Pendekatan one health melihat bagaimana kesehatan individu bekesinambungan dengan lingkungan dan hewan.

 

Definisi populasi rentan yang sempit dan pendekatan biomedis dalam perumusan kebijakan kesehatan menyulitkan pembangunan sistem kesehatan yang inklusif

Pembangunan sistem kesehatan yang inklusif akan sulit terealisasi karena definisi sempit yang digunakan para paslon untuk mengidentifikasi populasi rentan, serta pendekatan biomedis yang dipakai dalam perumusan kebijakan kesehatan. Populasi rentan yang teridentifikasi dalam visi dan misi para paslon adalah perempuan hamil, penyandang disabilitas mental, dan lansia. Namun, penyebutan tersebut tidak dibarengi strategi untuk mengatasi kerentanan dan memenuhi kebutuhan spesifik kelompok-kelompok tersebut. Baru Paslon 1 yang menguraikan strategi pemerataan akses kesehatan khusus untuk masyarakat yang tinggal di kepulauan serta daerah pesisir dan terpencil. Ketiga paslon tidak menyebut secara spesifik kesehatan kelompok rentan yang lain seperti penyandang disabilitas, masyarakat adat, perempuan, dan anak.

Health outcome individu dipengaruhi oleh faktor non-medis, seperti kondisi fisik lingkungan sekitar, kesejahteraan, sistem komersial (commercial determinants), dan sistem pangan. Namun, kentalnya pendekatan biomedis dalam perancangan kebijakan akan menghambat terwujudnya sistem kesehatan yang inklusif karena kebijakan hanya fokus pada penanganan aspek medis penyakit. Dalam hal ini, pembuat kebijakan mengabaikan hambatan sosial yang menyulitkan masyarakat rentan berkebutuhan khusus sehingga sistem kesehatan tidak dapat melayani kebutuhan mereka. Kami melihat baru Paslon 1 yang memperhitungkan hambatan sosial ini dalam strategi penanganan isu kesehatan mental, yakni dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Paslon 2 belum sampai menjelaskan hubungan antara lingkungan dan kesehatan. 

Penggunaan perspektif determinan sosial kesehatan dapat mendorong pemerintah untuk mendesain kebijakan kesehatan yang lebih holistis sehingga menciptakan ekosistem yang memudahkan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Pelibatan aktif partisipasi masyarakat yang bermakna baru dapat dimulai setelah pembuat kebijakan memahami bahwa berbagai faktor sosial saling berkaitan dan menciptakan risiko kesehatan yang berlipat ganda pada kelompok rentan tertentu.

 

Kesimpulan

Walaupun setiap paslon memiliki agenda kesehatan masing-masing, pendekatan keseluruhan mereka serupa, yaitu cenderung bersifat kuratif. Isu kesehatan yang diangkat pun secara umum sama, yaitu pemerataan infrastruktur kesehatan, penyakit prioritas, dan pemberdayaan industri domestik yang berhubungan dengan kesehatan, namun dengan pendekatan yang berbeda. Ketiga paslon juga mengakui urgensi ancaman pandemi, meski hanya Paslon 1 yang menyertakan strategi khusus terkait kesiapsiagaan pandemi.

Rencana yang diuraikan dalam visi dan misi mereka, dan yang disampaikan dalam debat kelima, belum komprehensif untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pertama-tama harus ada investasi yang ditargetkan dan berkelanjutan dalam memperkuat layanan kesehatan primer yang sesuai dengan profil kesehatan masyarakat. Namun, investasi tersebut tidak bisa hanya mengutamakan pembangunan fasilitas, melainkan juga perlu memastikan terwujudnya mekanisme pelaporan yang akurat dan dapat diandalkan, mulai dari tingkat desa hingga nasional. Meningkatkan fungsi puskesmas dan digitalisasi kesehatan dalam pencegahan, deteksi dini, diagnosis, dan pengobatan merupakan upaya strategis untuk mengurangi beban penyakit katastropik. Hal ini akan memberikan ruang bagi sistem kesehatan untuk lebih optimal dalam menjalankan fungsi tanggap daruratnya.

Selain itu, agar inklusif, sistem kesehatan yang tangguh perlu beralih dari paradigma biomedis ke perspektif determinan sosial kesehatan dan one health. Mengarusutamakan kedua perspektif tersebut akan memperkuat ketangguhan sistem kesehatan karena pembuat kebijakan tidak lagi mengisolasikan kebijakan kesehatan–yang sebelumnya hanya fokus pada pendekatan biomedis–namun menerapkan strategi pencegahan yang holistis. Langkah-langkah pencegahan non-medis juga akan mendorong penggunaan instrumen fiskal dalam merancang ekosistem promosi kesehatan sehingga menciptakan ruang untuk tambahan fiskal. Pengarusutamaan perspektif determinan sosial kesehatan dan one health juga akan mendorong inklusi sosial karena pendekatan ini memperhatikan hambatan dan tantangan unik yang dihadapi populasi rentan.

 

Saran sitasi

Pramana, Rezantri Putri dan Aisyah Putri Mayangsari (2024) 'Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Kesehatan: Strategi Kebijakan Kesehatan para Capres Belum Mengarah kepada Sistem Kesehatan yang Tangguh dan Inklusif' <https://smeru.or.id/id/article-id/strategi-kebijakan-kesehatan-para-capres-belum-mengarah-kepada-sistem-kesehatan-yang> [tanggal akses].

 

Bagikan laman ini

Penulis

Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.