Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Pendidikan: Sejauh Mana Paslon Sudah Berkomitmen pada Peningkatan Capaian Pembelajaran Murid?

21 Desember 2023

Tiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Indonesia yang akan menjadi peserta Pemilu 2024 adalah Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Para paslon telah menyampaikan visi dan misi mereka. Artikel ini mengulas visi dan misi para paslon terkait pendidikan dengan merujuk pada analisis data terkini dan temuan penelitian SMERU.
 

Ekspektasi SMERU

Peringkat Indonesia pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 meningkat lima sampai enam posisi dari 2018. Namun, skor numerasi dan literasi murid terus menurun sejak 2015. Hal ini menunjukkan adanya krisis pembelajaran yang belum teratasi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyusun berbagai program untuk mengatasi krisis ini, seperti Sekolah Penggerak dan Kurikulum Merdeka. Namun, pandemi yang mulai terjadi pada awal 2020 memperberat tantangan dalam dunia pendidikan. Murid mengalami learning loss (berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis) yang pada akhirnya membuat capaian pembelajaran makin turun.
  

Peningkatan Hasil Pembelajaran Murid Perlu Diprioritaskan

Adanya krisis pembelajaran yang telah berlangsung lama menunjukkan urgensi untuk memperbaiki sistem pendidikan saat ini. Kami memiliki ekspektasi bahwa setiap paslon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024 memaparkan strategi untuk meningkatkan hasil pembelajaran murid agar Indonesia bisa mengejar target capaian nilai numerasi dan literasi yang lebih tinggi. Beberapa studi menunjukkan bahwa hasil pembelajaran murid dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kualitas guru, ketersediaan guru, dan fasilitas pembelajaran yang memadai. Dengan demikian, kami ingin melihat sejauh mana visi dan misi tiga paslon sudah mencakup tiga hal tersebut.
  

Akses Pendidikan Jenjang SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi Perlu Ditingkatkan

Selain peningkatan hasil pembelajaran murid, penyempurnaan sistem pendidikan perlu diiringi dengan peningkatan akses pendidikan terutama bagi mereka yang termarginalkan. Menurut laporan Sustainable Development Goals (SDGs) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), capaian Indonesia dalam angka partisipasi sekolah untuk jenjang pendidikan dasar sudah cukup tinggi. Namun, angka partisipasi sekolah untuk jenjang SMA/sederajat dan perguruan tinggi masih relatif rendah. Menurut BPS, pada 2022 angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang SMA adalah 85,49%, sementara APK pendidikan tinggi 31,45%. Dalam artikel ini, kami ingin melihat sejauh mana setiap paslon mengintegrasikan isu terkait akses pendidikan jenjang SMA/sederajat dan perguruan tinggi ke dalam visi dan misinya.

Sebagai catatan, analisis visi dan misi dalam artikel ini hanya menyentuh isu pendidikan yang dikelola oleh Kemendikbudristek.

Visi dan Misi Para Paslon

Analisis kami atas visi dan misi ketiga paslon menunjukkan bahwa secara umum ketiganya telah memperlihatkan inisiatif untuk mendorong kemajuan pendidikan melalui berbagai misi. Jika dilihat lebih dalam lagi, pemahaman mereka tentang isu pendidikan dan strategi penanganannya bervariasi, baik dari sisi kedalaman maupun cakupannya.
  

Strategi Meningkatkan Hasil Pembelajaran

Hasil pembelajaran murid yang masih rendah merupakan isu paling mendesak yang harus segera dan terus-menerus ditangani. Ada beberapa strategi peningkatan hasil pembelajaran murid yang kami harapkan muncul dalam visi dan misi para paslon. Salah satunya adalah peningkatan kualitas guru yang dapat dicapai dengan menjamin kesejahteraan, memastikan jenjang karier, dan menyediakan akses terhadap berbagai program peningkatan kompetensi guru.

Ketiga paslon sudah menyentuh isu kesejahteraan guru. Khusus untuk isu kesejahteraan guru honorer, Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran mengisyaratkan misi untuk menuntaskan seleksi dan rekrutmen guru honorer menjadi aparatur sipil negara dengan sistem Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Anies-Muhaimin menawarkan pengangkatan guru honorer berdasarkan meritokrasi dan sesuai dengan kebutuhan, sementara Prabowo-Gibran tidak menyebutkan mekanismenya secara terperinci. Strategi Anies-Muhaimin sejalan dengan hasil studi kami bahwa pemberian insentif kepada guru yang disesuaikan dengan kinerja mereka merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas guru. Sementara itu, Ganjar-Mahfud menekankan penyempurnaan sertifikasi guru dan dosen secara lebih sederhana.

Sebagai sebuah profesi, guru seharusnya memiliki jenjang karier yang jelas. Namun, di Indonesia saat ini belum ada kebijakan yang secara jelas mengatur jenjang karier guru. Padahal, pengaturan ini penting karena memberikan peta jalan yang mengharuskan guru mencapai kompetensi tertentu di setiap jenjang kariernya. Artinya, makin tinggi kompetensi guru, makin tinggi pula jenjang kariernya. Anies-Muhaimin menyebutkan misi yang lebih menyeluruh tentang perlunya kepastian jenjang dan karier profesi guru yang transparan, berbasis meritokrasi, dan sesuai minat.  Isu tersebut belum secara eksplisit disebutkan oleh paslon lain.

Untuk meningkatkan kualitasnya, guru perlu mendapatkan akses terhadap program peningkatan kompetensi. Anies-Muhaimin secara spesifik telah menyentuh isu pelatihan bagi guru. Misi ini mengindikasikan pemahaman paslon mengenai pentingnya pengembangan profesionalisme guru. Studi SMERU menemukan bahwa pelatihan yang efektif bagi guru adalah yang berdasarkan kebutuhan guru dan diselenggarakan secara berkelanjutan. Persoalan pengembangan profesionalisme guru sangat rumit dan tidak bisa diatasi dengan hanya mengganti program lama dengan program baru. Untuk bisa menghasilkan perubahan yang berarti, sistem pendidikan Indonesia harus pertama-tama berorientasi pada penciptaan guru berkualitas yang dilakukan secara berkelanjutan, mulai dari seleksi pendidikan profesi, rekrutmen, hingga pelatihan guru.

Selain kualitas guru, ketersediaan guru dapat memengaruhi hasil pembelajaran murid. Keterpencilan sebuah wilayah jelas sangat memengaruhi ketersediaan guru dan isu ini juga menjadi perhatian paslon Anies-Muhaimin. Pemberian tunjangan khusus bagi guru menjadi strategi paslon ini untuk memastikan ketersediaan guru di wilayah pesisir, kepulauan, dan pedalaman. Namun, memastikan ketersediaan guru di daerah-daerah tersebut tidak cukup dengan pemberian tunjangan khusus guru. Studi kami merekomendasikan perlunya memfasilitasi rekrutmen dan pendidikan guru bagi individu dari daerah setempat yang jaraknya relatif dekat dengan lokasi sekolah. Ketersediaan guru juga dipengaruhi oleh ketimpangan jumlah guru dalam suatu provinsi/kabupaten/kota. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, para paslon juga perlu memperhatikan dan memastikan upaya pemerintah daerah (pemda) memenuhi standar pelayanan minimal terkait ketersedian guru.

Kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas sekolah yang layak. Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran telah menyoroti perlunya fasilitas sekolah yang layak. Anies-Muhaimin secara spesifik menyebutkan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memastikan kelayakan fasilitas sekolah, termasuk air, sanitasi, dan kebersihan (water, sanitation, and hygiene/WASH). Sementara itu, Prabowo-Gibran menyebutkan Program Hasil Terbaik Cepat yang mencakup program perbaikan sekolah yang saat ini dalam kondisi kurang dan tidak layak. Studi SMERU menunjukkan bahwa sanitasi sekolah yang tidak layak berdampak terutama terhadap murid perempuan. Dampak ini terkait konsentrasi murid perempuan saat jam pelajaran sekolah ketika mereka mengalami menstruasi.
  

Strategi Meningkatkan Akses Pendidikan Jenjang SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi

Ketiga paslon menyatakan pentingnya akses terhadap pendidikan tinggi. Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran menyebutkan mekanisme penyediaan akses pendidikan tinggi melalui beasiswa. Namun, menurut sebuah studi yang dilakukan di Indonesia, beasiswa pendidikan tinggi hanya akan mencakup sejumlah kecil siswa dan tidak dapat menanggung keseluruhan biaya pendidikan tinggi. Salah satu strategi yang bisa dipertimbangkan paslon adalah memberikan akses pendidikan tinggi dengan mekanisme pinjaman biaya pendidikan. Dengan mekanisme ini, cakupan murid yang berkesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi menjadi lebih besar. Sementara itu, Ganjar-Mahfud membawa misi “1 Keluarga Miskin 1 Sarjana” yang mengisyaratkan upaya peningkatan akses terhadap pendidikan tinggi, tetapi mekanismenya tidak dijelaskan secara terperinci. Di bagian lain, paslon ini menyebutkan misi pemberian beasiswa bagi anak muda, tetapi tidak secara khusus menyebutkan jenjang pendidikan tinggi.

Selain itu, rendahnya angka partisipasi dan tingginya angka putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA/sederajat terjadi terutama pada anak dari rumah tangga miskin. Anies-Muhaimin memiliki misi untuk menekan angka putus sekolah dengan menyediakan bantuan pendidikan bagi yang membutuhkan dan menangani faktor-faktor lain yang berkontribusi pada terjadinya putus sekolah. Studi SMERU menemukan bahwa keberadaan anak di sekolah juga dipengaruhi oleh aspek geografis, fasilitas sekolah, dan pasar tenaga kerja (tersedianya peluang kerja untuk anak usia sekolah). Dengan demikian, sangatlah tepat apabila bantuan pendidikan disertai dengan upaya mengatasi faktor lain yang turut menyebabkan anak putus sekolah. Pada studi yang lain, kami menemukan bahwa salah satu strategi yang dijalankan untuk menangani isu anak tidak sekolah adalah dengan memperbaiki penargetan Program Indonesia Pintar (PIP) dengan memanfaatkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Data Pokok Pendidikan (Dapodik)/Education Management Information System (EMIS), dan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM).

Kesimpulan

Secara umum, ketiga paslon sudah mengintegrasikan isu-isu penting yang mengarah kepada peningkatan hasil pembelajaran dan akses pendidikan. Meski demikian, beberapa strategi yang ditawarkan tiap paslon dapat disempurnakan dengan merujuk kepada berbagai hasil studi yang kami sampaikan.

Selain itu, kami belum melihat isu desentralisasi pendidikan dalam visi dan misi para paslon. Setiap paslon perlu memahami bahwa beberapa isu yang mereka sebutkan dalam visi dan misinya, seperti pelatihan guru, ketersediaan guru, fasilitas sekolah, dan akses terhadap pendidikan dasar dan menengah, merupakan kewewenangan pemda.

Tantangan yang dihadapi paslon adalah bagaimana memastikan pemda menjalankan visi dan misi paslon setelah mereka terpilih. Hal ini penting diperhatikan mengingat bervariasinya kemampuan kelembagaan pemda untuk mengembangkan kebijakan pendidikan berdasarkan kebutuhan daerah. Saat ini, perencanaan berbasis data oleh pemda untuk mencapai standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan sudah didukung Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2021 dan Permendikbudristek No. 32 Tahun 2022.

Siapa pun paslon yang terpilih, kami berharap sistem pendidikan Indonesia ke depannya tidak lagi hanya berorientasi kepada penyediaan akses, tetapi juga capaian pembelajaran murid. Untuk itu, sinergi dengan pemda diperlukan agar visi dan misi paslon dapat terwujud.

  

Saran sitasi

Yusrina, Asri, Wiwin Purbaningsih, dan Ulfah Alifia (2023) 'Visi dan Misi Pemilu 2024 terkait Pendidikan: Sejauh Mana Paslon Sudah Berkomitmen pada Peningkatan Capaian Pembelajaran Murid?' <https://smeru.or.id/id/article-id/visi-dan-misi-pemilu-24-terkait-pendidikan-sejauh-mana-paslon-sudah-berkomitmen-pada> [tanggal akses].

 

Bagikan laman ini

Penulis

Peneliti Junior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Peneliti Senior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Kepala Departemen Penelitian
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.