Desentralisasi ditandai dengan diterbitkannya berbagai kebijakan mengenai standar pelayanan. Dengan demikian, kualitas pelayanan publik menjadi lebih terukur. Sebagai contoh, Pemerintah Pusat telah menerbitkan peraturan mengenai standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Meskipun pemerintah daerah diberikan fleksibilitas dalam penerapannya sesuai kapasitas, pemenuhan berbagai standar ini merupakan tantangan besar bagi setiap pemerintah daerah dan unit pelayanan. Di lain pihak, kehadiran Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendorong unit pelayananan untuk menyusun standar pelayanan publik sehingga pelayanan menjadi murah, mudah, merata dan inklusif. Adanya SPP ini juga diharapkan akan menjamin partisipasi masyarakat, transparansi, akuntabilitas, dan ketanggapan pemerintah.
Studi SMERU mengenai penerapan standar pelayanan di tiga kabupaten/kota, yakni Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Probolinggo (Jawa Timur), dan Singkawang (Kalimantan Barat), memperlihatkan pelajaran yang dapat dipetik dari upaya ketiga daerah untuk memperbaiki pelayanannya. Praktikpraktik baik dan beberapa implikasi kebijakan dari upaya tersebut disajikan dalam buletin SMERU edisi ini.
Pada tataran yang lebih konseptual, penulis tamu edisi ini, Halilul Khairi, menjelaskan filosofi di balik standar pelayanan dan memberikan contoh beberapa praktik baik di negara-negara lain. Mengakhiri edisi ini, Fransisca Fitri (YAPPIKA) menampilkan upaya-upaya jejaring organisasi nonpemerintah di Indonesia untuk menjamin dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penetapan standar pelayanan serta pemantauan dan evaluasinya.
Akhir kata, meski pemerintah daerah merupakan aktor kunci dalam penyelenggaraan pelayanan, masyarakat juga memainkan peran yang tak kalah penting. Peningkatan kualitas pelayanan oleh pemerintah di satu sisi, dan diberikannya ruang bagi pengawasan masyarakat di sisi lain, merupakan cermin kinerja pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.