Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Tingkat kemiskinan di propinsi ini lebih tinggi dari rata-rata tingkat kemiskinan nasional. Data BPS 2004 menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 17%, sementara jumlah penduduk miskin di NTT adalah 28%. Sejak beberapa tahun terakhir ini, SMERU aktif melakukan berbagai studi mengenai Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya keuangan mikro di NTT (2004), keluar dari kemiskinan di NTT (2006), dan yang terbaru, studi awal tentang iklim usaha NTT (2006). Newsletter SMERU edisi ke-20 menyajikan hasil studi di atas dengan sejumlah aneka topik, seperti perkembangan kebijakan mengenai dunia usaha di NTT, kapasitas keuangan daerah provinsi NTT, dan praktik budaya belis. Dengan demikian, edisi ini menyoroti beberapa faktor yang saling terkait yang menyumbang kepada kompleksitas persoalan kemiskinan di wilayah NTT.
Tinjauan menarik tentang perspektif pembangunan di NTT yang ditulis antropolog James J. Fox dari Universitas Nasional Australia mengisyaratkan perlunya kerangka analisis yang komprehensif dalam mengkaji masalah kemiskinan di NTT. Sementara itu, dampak budaya patriarkat terhadap relasi gender dan kualitas kesehatan perempuan, yang disoroti Tonny S. Bengu dan Caecilia Sadipun dari Program PENA Care International Indonesia, menyajikan dimensi lain dari kompleksitas kemiskinan NTT. Penulis tamu lainnya, Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan, menyingkapkan tantangan yang dihadapi sektor pendidikan dan alternatif solusi untuk membantu menurunkan tingkat kemiskinan di NTT.
Akhirnya, kami ingin memberi gambaran analitis dan rekomendasi berkaitan dengan tantangan pembangunan di NTT. Dalam konteks ini, sebagaimana disebutkan dalam rubrik “Focus On”, yang perlu ditekankan adalah pentingnya melibatkan berbagai pihak, khususnya masyarakat NTT sendiri, dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di NTT