Sektor pangan dan pertanian di kawasan Asia dan Pasifik terhimpit berbagai tantangan berat seperti urbanisasi, produktivitas rendah, dampak perubahan iklim yang kian besar, dan kondisi lingkungan yang tidak lestari. Tantangan-tantangan tersebut mencakup tren sosiodemografi seperti migrasi keluar perdesaan, tenaga kerja pertanian yang menua dengan cepat, dan lingkungan kerja yang berubah. Ditambah lagi, kaum muda di Asia sebagian besar menggeluti pekerjaan di luar bidang pertanian, baik sebagai wirausaha atau pekerja upahan.
Generasi muda saat ini cenderung meminati bidang pekerjaan yang bersinggungan dengan teknologi. Salah satu cara untuk menarik generasi muda masuk ke sektor pangan dan pertanian, sekaligus menghidupkan kembali ekonomi perdesaan dan agrifood (sektor pangan berbasis pertanian), adalah melalui kewirausahaan berbasis teknologi (menjadi agripreneur).
Selama ini, penyediaan lapangan kerja formal belum cukup untuk menyerap jumlah pemuda yang mencari pekerjaan. Kondisi ini memaksa sebagian pemuda memilih jalur kewirausahaan. Di satu sisi, kewirausahaan menjanjikan banyak keuntungan. Di sisi lain, sejumlah tantangan, seperti minimnya modal, kurangnya dukungan, hingga regulasi yang rumit, menjadi kendala berat yang dihadapi kaum muda saat terjun ke dunia ini.
Untuk mendorong kewirausahaan pemuda dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), diperlukan kebijakan, peraturan, dan lembaga pendukung yang komprehensif. Tinjauan terhadap pengembangan ekosistem startup di kawasan Asia menunjukkan pertumbuhan yang bervariasi. Pengalaman berbagai negara tersebut dapat menjadi bahan pembelajaran untuk memahami kekuatan, kelemahan, peluang, serta kesenjangan dalam menyusun kebijakan di masa depan, khususnya dalam mendukung kewirausahaan pemuda dan pengembangan agribisnis.
Mengembangkan dan membina kewirausahaan pemuda melalui kebijakan yang menyasar pemuda untuk mengoptimalkan inovasi digital membutuhkan data dan bukti terkait ekosistem startup maupun UMKM. Selain itu, diperlukan juga data mengenai kondisi pendukung yang penting untuk memanfaatkan digitalisasi, teknologi, informasi keuangan, dan sumber daya dalam pengembangan kewirausahaan kaum muda.
Multidisciplinary Fund FAO (MDF 3) berkontribusi pada analisis regional mengenai digitalisasi untuk kewirausahaan pemuda di sektor pangan berbasis pertanian dan perdesaan di Asia. Proyek ini mendukung tujuan tersebut dengan menyajikan analisis kebijakan yang didukung oleh bukti mengenai keterkaitan antara pemuda, digitalisasi, dan kewirausahaan di sektor pangan berbasis pertanian di Asia.
Proyek ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dan mengikuti kerangka kerja FAO. Data primer dikumpulkan melalui survei kuesioner dan wawancara mendalam dengan 15 startup teknologi pertanian dan 17 fasilitator dalam ekosistem startup.
Pihak-pihak tersebut dipilih berdasarkan kriteria yang telah disepakati dalam konsultasi dengan FAO. Pengumpulan data dilakukan secara daring melalui interaksi individu. Selain data primer, data sekunder juga dikumpulkan dari laporan dan artikel jurnal akademik, artikel yang diterbitkan oleh pemerintah, data publik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik serta informasi dari media arus utama.