Riset SMERU: Prospek Ekonomi Digital Indonesia Terganjal Ketimpangan Keterampilan Digital, Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?

21 Maret 2022
.
Artikel ini dimuat ulang dari The Conversation Indonesia (TCID).
.
 
Meski industri ekonomi digital di Indonesia berkembang dengan semakin banyaknya platform jualan dan belanja daring seperti Tokopedia, platform layanan transportasi dan kurir seperti Gojek, maupun perusahaan-perusahaan yang menyediakan teknologi digital untuk mengurus keuangan maupun urusan personalia, nampaknya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terlibat dan berkontribusi terhadap ekonomi digital di Indonesia.
 
Angka indikator aktivitas ekonomi internet Gross Merchandise Volume (GMV) Indonesia per kapita relatif kecil di antara negara-negara ASEAN, meski GMV total Indonesia tertinggi di ASEAN. Pada tahun 2020, GMV per kapita Indonesia berada di angka US$162 juta (Rp 2,32 triliun).
  

  
Dibandingkan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN-6 lainnya, atau negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang perekonomiannya relatif maju di kawasan, Indonesia hanya berada di atas Vietnam yang GMV per kapitanya sebesar US$144 juta.
  
 
  

Ini menunjukkan Indonesia punya peluang untuk memanfaatkan ekonomi digital secara lebih optimal dan meningkatkan volume ekonomi digital nasional.

 
Kami mencoba mencari penyebab dari belum optimalnya pemanfaatan ekonomi digital Indonesia.
 
Studi kami menemukan bahwa kualitas keterampilan digital masyarakat Indonesia rendah. Ini ditandai oleh literasi digital yang rendah dan struktur tenaga kerja yang didominasi masyarakat dengan keterampilan digital yang rendah.
 
Untuk meraup keuntungan ekonomi digital, pemerintah perlu segera meningkatkan kualitas keterampilan digital masyarakat Indonesia.
 

Menjadi kaya lewat transformasi digital

Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara kaya kurang lebih dua dekade dari sekarang dengan perolehan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar kelima di dunia, yaitu sebesar US$7,4 triliun (Rp 105.942 triliun) atau naik enam kali lipat dari posisi sekarang yang sebesar Rp 16.971 triliun.
 
Salah satu strategi pemerintah untuk mencapai cita-cita tersebut adalah mengarusutamakan transformasi digital untuk mencapai rerata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4-6,0%
 
Saat ini, belum ada ukuran resmi dari pemerintah untuk menghitung kontribusi ekonomi digital di Indonesia. Namun, perusahaan konsultan global McKinsey pada 2016 memproyeksikan ekonomi digital akan berkontribusi sebesar US$150 miliar atau 10% dari Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia pada tahun 2025.
 

Kesenjangan dalam keterampilan digital

Kemampuan Indonesia meraih manfaat ekonomi digital di Indonesia terganjal oleh timpangnya kualitas keterampilan digital.
 
Studi terbaru kami di SMERU Research Institute mengkaji kualitas keterampilan digital di Indonesia pada dua aspek utama, yaitu literasi digital masyarakat dan keterampilan digital tenaga kerja.
 
Literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya. Sementara, keterampilan digital merupakan kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, berbagi, dan membuat konten menggunakan perangkat digital, seperti komputer dan smartphone.
 
Tenaga kerja dengan keterampilan digital memungkinkan Indonesia memiliki pasokan tenaga kerja (talent pool) yang dapat memperkuat pemanfaatan dan pengembangan perangkat digital dalam penjualan daring (e-commerce), ekonomi platform, dan Industri 4.0.
 
Studi kami menemukan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah dan tampak dari aspek kemampuan literasi data dan informasi. Hal ini ditunjukkan oleh buruknya skor Programme for International Student Assessment (PISA) pelajar Indonesia pada aspek penilaian membaca, yaitu hanya menempati peringkat ke-71 dari 77 negara di dunia pada 2018. Sebagai informasi, PISA merupakan kajian yang mengevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja skolastik siswa sekolah berusia 15 tahun dalam matematika, sains, dan membaca.
 
Selain itu, survei Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2020 menunjukkan bahwa 60% responden menghadapi persoalan berpikir kritis dalam memilah dan mengolah informasi. Hal ini berimplikasi pada rentannya mereka terpapar hoaks, kejahatan berinternet, dan penggunaan internet untuk kegiatan yang tidak produktif.
 
Belum lagi, Indonesia masih menghadapi ketimpangan akses internet kelompok masyarakat antar-status sosial dan ekonomi. Internet lebih mudah dinikmati oleh masyarakat di Jawa, berusia muda, bukan penyandang disabilitas, berjenis kelamin laki-laki, dan mereka yang berpendidikan dan berpendapatan lebih tinggi.
 
Selain itu, keterampilan digital tenaga kerja Indonesia juga tergolong rendah. Pada 2020, hampir separuh (atau 49%) pekerja Indonesia merupakan mereka yang berketerampilan rendah (unskilled). Mereka memiliki keterpaparan yang kecil terhadap teknologi digital sederhana.
 
Kurang dari 1% pekerja memiliki keterampilan tingkat lanjut (advanced), yaitu tenaga kerja dengan keterampilan digital yang biasanya ditempatkan pada jabatan tingkat tinggi
 

Keluar dari jerat ketimpangan keterampilan digital

Untuk mengurai persoalan rendahnya kualitas keterampilan digital, kami menyusun dokumen strategi kunci yang menawarkan sejumlah jalan keluar. Terdapat tiga saluran yang dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan keterampilan digital di Indonesia.
 
 
Pertama, pemerintah perlu mendesain pendidikan formal dengan efektif.
 
Pada jenjang pendidikan dasar, pemerintah perlu meningkatkan kualitas pembelajaran melalui peningkatan skor PISA.
 
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan tingkat partisipasi sekolah lewat perluasan program Kartu Indonesia Pintar (KIP). KIP merupakan wujud pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah (usia 6-21 tahun) yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin, yatim piatu, penyandang disabilitas, serta korban bencana alam dan musibah.
 
Selain itu, pemerintah dapat memperluas lingkup pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan penguatan literasi digital dan meningkatkan penggunaan teknologi di sekolah. Pemerintah perlu membekali tenaga pengajar dengan keterampilan ilmu pengajaran atau pedagogi dan substansi kurikulum TIK.
 
Sementara itu, pada jenjang pendidikan tinggi, sektor pendidikan formal perlu dirancang untuk menghasilkan tenaga kerja berkeahlian tinggi dan menengah (intermediate hingga advance). Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan kurikulum TIK berbasis okupasi yang berkolaborasi dengan industri, serta menyediakan akses magang berkualitas melalui program Kampus Merdeka. Kampus Merdeka merupakan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja.
 
Kedua, pemerintah perlu mengoptimalkan pelatihan keterampilan atau vokasi untuk mendukung tercapainya tenaga kerja berketerampilan digital menengah dan tinggi.
 
Untuk mencapai hal ini, pemerintah dapat mempercepat penyediaan standar kompetensi dan sertifikasi untuk okupasi TIK yang sedang dibutuhkan dan menyiapkan panduan dan insentif bagi industri untuk terlibat dalam perumusan standar kompetensi. Selain itu, pemerintah juga dapat membangun kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan institusi pelatihan untuk penyediaan instruktur Balai Latihan Kerja (BLK) yang berkualitas.
 
Ketiga, kualitas On-the-Job Training (OJT) - pelatihan yang diperuntukkan bagi karyawan oleh pihak perusahaan yang bersangkutan - juga perlu ditingkatkan untuk mengakselerasi keterampilan digital pekerja formal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
 
Pemerintah dapat memberikan insentif pajak pada pelaku usaha yang serius dalam menjalankan OJT, mempercepat pembentukan Project Management Office (PMO) di tingkat nasional yang melibatkan kementerian lintas sektoral untuk mengintegrasikan dan mengembangkan program-program pelatihan keterampilan digital berskala besar untuk UMKM, dan mendorong kolaborasi dengan institusi pelatihan keterampilan digital untuk mengimplementasikan program OJT.
 
PMO merupakan upaya koordinasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk menyukseskan program-program turunan Kampus Merdeka di berbagai universitas. Pada 2 Maret 2022 silam, Kemdikbudristek menyepakati pembentukan tim PMO di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
 

Memanfaatkan ketiga saluran di atas tidaklah cukup.

Pemerintah perlu memastikan tersedianya infrastruktur digital dan listrik yang memadai di setiap wilayah, iklim riset dan pengembangan yang kondusif untuk mendorong transformasi digital, dan keberadaan kerangka kebijakan dan tata kelola pembangunan keterampilan digital yang komprehensif dan terperinci.
 
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengakui bahwa Indonesia masih kekurangan jutaan talenta digital. Padahal, World Bank telah memprediksi ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada 2030. Artinya, Indonesia perlu bergegas meningkatkan keterampilan digital populasinya untuk dapat mendukung perkembangan pesat ini.
 
Nadiem mengatakan bahwa ia tengah mengusahakan perubahan drastis dalam sistem pendidikan melalui program-program prioritas seperti Digitalisasi Sekolah. Digitalisasi Sekolah berfokus pada distribusi peralatan seperti laptop, jaringan internet, dan proyektor.
 
Dengan memanfaatkan saluran utama serta memastikan tersedianya faktor pendukung (enablers) tersebut, Indonesia akan memiliki masyarakat dengan literasi digital yang baik dan tenaga kerja dengan keterampilan handal untuk mengoptimalkan prospek ekonomi.

Bagikan laman ini

Penulis

Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Peneliti Junior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.
Peneliti Senior
Penafian:
Posting blog SMERU mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.