Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah melakukan reformasi besar-besaran terhadap kebijakan sosialnya. Program bantuan sosial, khususnya program seperti bantuan langsung tunai atau bantuan pangan, berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia (seperti Nugroho et al., 2021; Suryahadi, Al Izzati, dan Yumna, 2021). Tingkat kemiskinan di Indonesia terus menurun dari 33% pada puncak Krisis Keuangan Asia pada 1998 menjadi sekitar 15% pada 1999 dan 9,2% pada September 2019, tepat sebelum pandemi COVID-19.
Namun, perkembangan kebijakan perlindungan sosial Indonesia masih menemui sejumlah kendala dalam pelaksanaannya dan celah dalam kerangka perlindungan sosial yang ada. Salah satunya, kebijakan yang ada belum mempertimbangkan pengaruh bencana alam dan perubahan iklim terhadap kemiskinan dalam perancangannya. Meskipun, Indonesia adalah negara yang sangat rentan terhadap bencana alam. Dampak catastrophic perubahan iklim memengaruhi masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan yang kemungkinan terkena dampak paling parah.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan sistem perlindungan sosial yang lebih adaptif dan responsif terhadap tantangan yang dialami oleh kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi pengaruh negatif bencana dan perubahan iklim terhadap penghidupan mereka. Walaupun Pemerintah Indonesia berencana menerapkan Perlindungan Sosial Adaptif (PSA) sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), namun, kekurangan teknis dan birokrasi menyulitkan pemerintah untuk mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim ke dalam program-program perlindungan sosialnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh semakin bervariasinya musim yang terkait dengan perubahan iklim.
SMERU melakukan penelitian yang bertujuan memberi masukan pada pengembangan PSA dengan mengkaji sejauh mana perlindungan sosial dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk meningkatkan kemampuan adaptif masyarakat dalam menghadapi masalah dan isu-isu baru yang disebabkan oleh perubahan iklim. Proyek ini secara khusus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Siapa yang termasuk dalam kelompok rentan, dan sejauh apa tingkat kerentanannya? Mengapa mereka berada dalam kondisi rentan, dan bagaimana ancaman terkait iklim memperdalam bentuk-bentuk kerentanan yang sudah ada sebelumnya?
- Bagaimana PSA dapat mengakomodasi kelompok rentan ini, dan bagaimana PSA dapat mendukung kemampuan adaptif mereka?
Studi di tingkat makro dan mikro ini menggunakan metode campuran dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam kerangka Penilaian Kerentanan Perubahan Iklim (Climate Change Vulnerability Assessments). Studi tingkat makro dilakukan melalui analisis regional antarkabupaten di dua pulau, yaitu Pulau Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara, dengan menggunakan data sekunder. Sementara itu, studi tingkat mikro dilakukan melalui analisis di dua komunitas, yaitu petani lahan kering serta nelayan dan pembudidaya ikan. Studi mikro menggunakan data primer yang bersumber dari survei rumah tangga dan studi kualitatif di dua kecamatan di dua kabupaten di Pulau Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara.
Kami mengidentifikasi kelompok rentan dan penyebab akar kerentanannya sebagai langkah awal untuk mengembangkan perencanaan adaptasi. Perencanaan adaptasi dibangun dengan mengidentifikasi pilihan-pilihan adaptasi dan menilai peluang dan tantangan untuk mengintegrasikan rencana adaptasi serta kelompok rentan dan terpinggirkan ke dalam sistem perlindungan sosial. Kami membayangkan masa depan ekosistem (penghidupan masyarakat dalam kaitannya dengan lanskap sosial dan lingkungan), meninjau strategi koping saat ini dan masa depan, mengeksplorasi faktor pendukung untuk strategi koping di masa depan, serta mengidentifikasi aktor kunci yang akan mengisi peran-peran tersebut.
Kami mengintegrasikan rencana adaptasi tersebut ke dalam sistem PSA dengan memetakan ketersediaan, cakupan, dan jangkauan program perlindungan sosial yang ada saat ini; menilai akses kelompok rentan ke program-program yang ada; dan mengidentifikasi hambatan yang mereka temui untuk dapat mengakses program-program tersebut, serta tantangan dalam memasukkan masyarakat rentan ke dalam sistem perlindungan sosial, baik dari perspektif rumah tangga maupun pemangku kepentingan.