Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi Indonesia. Studi SMERU pada tahun 2012 menunjukkan, daerah pesisir sangat rawan terhadap perubahan iklim dan kelompok masyarakat miskin menjadi yang paling rentan terdampak. Pemerintah berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca dengan meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 23% pada 2025. Namun, tingkat penggunaan EBT masih rendah, yaitu hanya 14,11% pada 2022.
Untuk mempercepat transisi energi, pemerintah daerah perlu dilibatkan. Pelibatan ini direalisasikan melalui Nota Kesepahaman antara Bappenas dengan tujuh pemerintah provinsi (Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua Barat, Papua, Bali dan Riau) mengenai Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah pada tahun 2020 dan Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Baru Terbarukan, yang mengatur kewenangan pengelolaan dan pelaksanaan subbidang EBT daerah sebagai urusan tambahan provinsi . Dengan demikian, pemerintah daerah memiliki ruang untuk berpartisipasi dalam agenda transisi energi, dan kemampuan mereka dalam mengisi peran tersebut menjadi kunci untuk transisi energi yang berkeadilan.
Studi ini bertujuan untuk menangani dua permasalahan utama, yaitu meningkatkan harmonisasi tata kelola transisi energi di Indonesia dan memastikan pelaksanaan transisi energi yang berkeadilan di daerah. Saat ini, tata kelola transisi energi belum terarah dan tiap sektor pemerintahan masih berjalan dengan target capaian yang berbeda-beda. Selain itu, partisipasi aktif pemerintah daerah dalam mendukung transisi energi masih terbatas, dengan hanya sekitar 18 provinsi yang memiliki Rencana Umum Energi Daerah (RUED)
Melalui proyek ini, SMERU akan mengidentifikasi strategi tata kelola untuk peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam transisi energi yang harmonis dengan strategi nasional dan holistis, di bawah payung pembangunan ekonomi yang inklusif.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, proyek ini dibagi menjadi dua kegiatan utama:
- Pengembangan Toolkit Transisi Energi. Toolkit ini dapat dijadikan panduan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penyusunan, pelaksanaan, dan penganggaran transisi energi berkeadilan.
- Pengembangan indeks dalam Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI). Pengembangan indeks ini bertujuan untuk mengintegrasikan indikator keberlanjutan lingkungan ke dalam IPEI.
Proyek ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Kegiatan dalam mengembangkan Toolkit Transisi Energi meliputi:
- Tinjauan literatur
- Diskusi kelompok terfokus dan wawancara dengan para ahli di tingkat nasional dan daerah untuk mencari pandangan tentang pelaksanaan transisi energi di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun daerah, khususnya terkait tantangan, dukungan, serta aspek kelembagaannya
- Dialog kebijakan nasional
- Konsultasi dengan pemangku kepentingan di tingkat daerah
- Pengembangan Toolkit dan uji coba
Kegiatan dalam mengembangkan indeks dalam IPEI meliputi:
- Tinjauan literatur
- Diskusi dengan pemangku kepentingan secara iteratif
- Konsultasi dengan pakar melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus
- Perhitungan indeks yang menyertakan indikator keberlanjutan lingkungan untuk level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota