Studi Baseline Proyek First Click: Memperkuat Perlindungan Anak di Dunia Digital (Fase 2)

Latar Belakang 

Teknologi digital berkembang pesat dan mengubah cara kita hidup, belajar, dan bersosialisasi. Di balik peluang yang ditawarkan, paparan digital tanpa batas bisa berdampak buruk pada kesehatan sosial, intelektual, dan mental anak (Hollis, Livingstone, dan Sonuga-Barke, 2020; Lonergan, Moriarty, McNicholas, dan Byrne, 2021). Meski begitu, riset juga menunjukkan bahwa ruang digital bisa dimanfaatkan untuk mendukung intervensi yang membantu mengurangi atau mencegah meningkatnya masalah kesehatan mental pada anak dan remaja (Bergin et al., 2020).

Data terbaru menunjukkan bahwa 15,5 juta remaja Indonesia (34,9%) menghadapi tantangan kesehatan mental pada 2021. Meskipun prevalensi depresi pada kelompok usia 15–24 tahun mencapai 2%–lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 1,4%–hanya 10,4% yang mencari pertolongan. Rendahnya kesadaran akan kesehatan mental, kurangnya informasi tentang akses layanan, dan adanya stigma menjadi penghambat utama. Data ini menunjukkan betapa pentingnya program yang fokus pada peningkatan kesadaran dan dukungan kesehatan mental bagi remaja, terutama perempuan muda.

Sejak 2024, Save the Children Indonesia menjalankan proyek First Click untuk memperkuat perlindungan anak di ranah digital melalui pemberdayaan remaja, peningkatan kapasitas, dan kemitraan dengan pemerintah. Program ini akan dilanjutkan dan diperluas pada 2025–2026 dengan pendanaan dari Save the Children Hong Kong International. Kali ini, program akan mencakup dukungan kesehatan mental dan psikososial atau mental health and psychosocial support (MHPSS) untuk menjawab kesenjangan yang telah diidentifikasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Selain itu, program juga akan mendukung agenda nasional integrasi MHPSS dalam perlindungan anak.

Agar perluasan ini berjalan efektif, perlu studi awal atau baseline yang memetakan celah dalam integrasi MHPSS dan peluang memperkuat perlindungan anak di dunia digital. SMERU bersama Save the Children Indonesia melakukan studi ini untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai sistem perlindungan anak di ranah digital yang ada, serta memahami bagaimana kesiapan anak, orang tua, guru, dan pihak terkait dalam menghadapi tantangan perlindungan digital saat ini.

Melalui pengumpulan data dan pembelajaran, proyek ini membantu pemerintah dalam mengintegrasikan aspek kesehatan mental ke dalam sistem perlindungan anak demi menghasilkan intervensi yang lebih tepat sasaran.

Tujuan 

Studi ini memiliki beberapa tujuan:

  • Menilai integrasi MHPSS dalam sistem perlindungan anak di ranah digital berdasarkan lima klaster hak anak
  • Mengkaji kapasitas pengasuh dalam pengasuhan digital dan dukungan mereka terhadap MHPSS anak
  • Mengevaluasi kompetensi digital anak dan orang dewasa serta kaitannya dengan kesejahteraan anak
  • Menilai kapasitas pemangku kepentingan perlindungan anak dalam perlindungan digital dan MHPSS
  • Mengkaji kapasitas Dewan Remaja Digital dalam mengadvokasi perlindungan dan kesejahteraan anak melalui partisipasi yang bermakna
Metodologi 

Studi baseline ini menggunakan pendekatan metode campuran untuk mendapat gambaran tentang kompetensi dan kapasitas digital pada kelompok anak dan orang dewasa, serta menilai sejauh mana MHPSS terintegrasi dalam sistem perlindungan anak berbasis digital. Studi ini berfokus pada siswa kelas 7 (termasuk anak penyandang disabilitas), orang tua/pengasuh mereka, serta pemangku kepentingan utama dari sekolah, instansi pemerintah, dan organisasi non-pemerintah di tingkat provinsi maupun nasional di Jakarta.

Komponen kuantitatif dilakukan melalui survei daring mandiri di dua sekolah negeri di Jakarta Timur, yaitu SMPN 268 dan SMPN 52, dengan target sekitar 500 siswa, 500 orang tua, dan 20 guru. Selain itu, survei tambahan secara daring dan lewat telepon akan dilakukan untuk menjaring perspektif pemangku kepentingan terkait, seperti perwakilan pemerintah dan anggota Dewan Remaja Digital.

Sementara itu, komponen kualitatif dari studi ini melibatkan 21 wawancara mendalam dan 10 diskusi kelompok terfokus. Topik yang digali meliputi pengalaman anak di ruang digital, kebutuhan MHPSS, serta tantangan dalam perlindungan anak–dengan perhatian khusus pada isu perundungan siber, stigma, dan norma gender. Responden terdiri dari anak-anak, orang tua, guru, pejabat pemerintah, serta perwakilan organisasi yang fokus pada isu anak.

Untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai kondisi perlindungan anak di ranah digital dan MHPSS saat ini, tim studi juga akan melakukan tinjauan pustaka menyeluruh terhadap kebijakan, hukum, dan literatur yang relevan.

Bagikan laman ini

Koordinator 
Status 
Sedang berjalan
Tahun Penyelesaian 
2025
Pemberi Dana Proyek 
Yayasan Save The Children Indonesia
Jenis Jasa