Kualitas sistem pendidikan suatu negara tercermin dalam capaian akademik siswanya secara keseluruhan. Sistem pendidikan yang bermutu tinggi umumnya memiliki kurikulum, metode pengajaran, dan sumber daya yang efektif, yang semuanya diterapkan dalam lingkungan pembelajaran yang mendukung. Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan keterlibatan siswa, pemahaman, dan pada akhirnya, menghasilkan capaian kognitif yang lebih tinggi.
Penilaian atau asesmen pembelajaran siswa memiliki peran penting dalam mengukur capaian kognitif mereka. Asesmen-asesmen ini memberikan wawasan berharga tentang pemahaman dan penguasaan siswa atas berbagai mata pelajaran, seperti matematika, sains, dan membaca. Data yang dikumpulkan dari asesmen ini dapat menjadi masukan untuk pengembangan kurikulum, strategi pengajaran, dan kebijakan pendidikan secara lebih luas. Oleh karena itu, asesmen pembelajaran siswa tidak hanya penting untuk memantau kemajuan siswa, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan di suatu negara.
Asesmen pendidikan internasional seperti TIMSS dan PISA memberikan skor umum untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam bidang tertentu, yaitu sains, matematika, dan membaca. Skor capaian ini memiliki dampak signifikan terhadap praktik pendidikan dan reformasi kebijakan pendidikan di banyak negara (OECD, 2013; Woessmann, 2005). Skor TIMSS dan PISA disajikan dalam model satu dimensi—desain ideal untuk pemeringkatan peserta dalam analisis lintas negara (OECD, 2013). Berbagai penelitian juga telah menggunakan skor tersebut untuk menjelaskan perkembangan suatu negara (Woessmann, 2005; Hanushek dan Woesmann, 2012) atau mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi skor capaian (Lamb dan Fullarton, 2001).
Sementara, asesmen pendidikan nasional mengumpulkan data untuk memberikan gambaran kinerja sistem pendidikan secara menyeluruh dan mendiagnosis kebutuhan setiap sekolah. Data ini dapat dianalisis menggunakan berbagai metode untuk memperkirakan tingkat kemahiran siswa, memantau perubahan performa siswa dalam jangka panjang, membandingkan capaian antarkelompok (siswa maupun sekolah), dan melihat hubungan antara capaian pembelajaran dan demografi siswa. Setiap pendekatan tersebut dapat digunakan secara mandiri atau digabung.
SMERU mengerjakan proyek yang menganalisis kumpulan data Asesmen Nasional (AN) dan Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia (AKMI) pada jenjang SD dan SMP.
Bukti dan pengetahuan yang dihasilkan dari penelitian ini dapat berkontribusi pada upaya peningkatan kualitas pendidikan dan transformasi sistem pendidikan di masa depan.
Lebih khusus lagi, penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan penelitian berikut:
- Bagaimana performa literasi dan numerasi siswa? (berdasarkan jenis sekolah (sekolah/madrasah), wilayah perkotaan dan perdesaan, kepala sekolah perempuan dan laki-laki, dan karakteristik sekolah lainnya)
- Bagaimana perolehan keterampilan abad ke-21 siswa? (dilihat menurut jenis sekolah (sekolah/madrasah), wilayah perkotaan dan perdesaan, kepala sekolah perempuan dan laki-laki, dan karakteristik sekolah lainnya)
- Apa saja faktor-faktor penentu yang mendasari performa literasi, numerasi, dan/atau perolehan keterampilan abad ke-21 siswa? (dilihat menurut jenis sekolah (sekolah/madrasah)
- Faktor dan proses apa saja yang memengaruhi performa belajar siswa setelah implementasi asesmen pendidikan di tingkat nasional (Termasuk tetapi tidak terbatas pada metode pengajaran, manajemen kelas, perencanaan pembelajaran berdasarkan hasil penilaian, karakteristik guru, kepemimpinan sekolah, supervisi, pengembangan profesionalisme guru, akuntabilitas, dll.)
- Bagaimana kita dapat lebih meningkatkan proses asesmen pembelajaran; seperti apa kesenjangan data yang masih perlu diatasi? Bagaimana kita dapat meningkatkan aksesibilitas untuk membuatnya lebih inklusif?
Studi ini menggunakan kombinasi beberapa metodologi yang disesuaikan dengan ketersediaan data. Pengumpulan data asesmen pendidikan di tingkat siswa dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang capaian siswa, terutama ketika data tersebut dipisahkan berdasarkan domain kompetensi yang berbeda. Dengan demikian, pelaporan capaian siswa dapat dilakukan berdasarkan performa di tiap domain. Kemampuan siswa memahami subkompetensi (attribute) dapat dianalisis dengan mengamati performa kelompok tertentu. Misalnya, kita bisa membandingkan skor 20% siswa dengan performa tertinggi dengan 20% siswa dengan performa terendah.
Pendekatan lain untuk menganalisis data tingkat siswa adalah dengan mencari hubungan antara capaian domain kompetensi di setiap kompetensi dan faktor latar belakang, seperti karakteristik siswa dan sekolah. Jika tersedia, data asesmen tingkat sekolah dapat digunakan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan performa sekolah secara keseluruhan.
Untuk membuat diagnosis yang lebih detail tentang bagaimana siswa berprestasi dalam subkompetensi suatu mata pelajaran, kami menggunakan metode diagnostik kognitif (Leighton dan Gielr, 2007). Lebih lanjut, kami menggunakan teknik dekomposisi untuk menganalisis korelasi antara capaian dan faktor-faktor latar belakang. Dengan cara ini, kami dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kesenjangan capaian serta bagaimana status sosial-ekonomi siswa dan karakteristik sekolah memengaruhi kesenjangan tersebut.
Kami menggunakan metode kuantitatif untuk menganalisis data sekunder dari dua asesmen pendidikan: AN dan AKMI. Jika kami mendapatkan akses ke data tingkat siswa, kami dapat menganalisis kemampuan memahami subkompetensi pada 20% siswa Indonesia dengan capaian tertinggi dan 20% siswa dengan capaian terendah. Selain itu, kami juga bisa melihat perbedaan gender dalam kemampuan siswa memahami subkompetensi.
Apabila data yang tersedia hanya mencakup tingkat sekolah, maka analisis kesenjangan akan menggunakan karakteristik khusus sekolah serta analisis dekomposisi untuk mengetahui karakteristik sekolah yang secara signifikan memengaruhi perbedaan performa antarkelompok (misal: sekolah negeri dan swasta, sekolah umum dan keagamaan, perkotaan dan perdesaan).
Sementara, metode kualitatif digunakan untuk menyelidiki bagaimana faktor atau proses tertentu memengaruhi capaian belajar siswa setelah AN diterapkan. Data dikumpulkan dari dua daerah, yaitu Kabupaten Magelang di Jawa Tengah dan Kabupaten Maros di Sulawesi Selatan. Kami meneliti bagaimana perbedaan karakteristik guru dan sekolah memengaruhi cara mereka mengajar. Di setiap kabupaten, kami memilih empat sekolah dengan mempertimbangkan beberapa faktor: status sekolah (negeri/swasta dan berbasis agama/umum), lokasi sekolah (di wilayah perdesaan/perkotaan) serta apakah sekolah tersebut sudah menerapkan Kurikulum Merdeka.